TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin berencana membuat negara-negara 'tidak bersahabat' membeli gas alamnya dalam mata uang Federasi Rusia, rubel.
Hal ini dingkapkan Putin dalam pertemuan pemerintah pada Rabu (23/3/2022).
Rencana ini, lapor Forbes, akan memperburuk krisis energi di Eropa.
Putin menuntut Bank Sentral Rusia membuat solusi dalam waktu seminggu untuk menerima pembayaran gas dalam mata uang rubel.
Ia juga menugaskan perusahaan energi negara, Gazprom, untuk memodifikasi kontrak.
Baca juga: Sosok Yuri Kovalchuk, Penguasa Media, Teman Dekat Presiden Putin dan Orang Kedua De Facto Rusia
Baca juga: UPDATE 1 Bulan Invasi Rusia ke Ukraina, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi
Negara-negara yang menjatuhkan sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina kini jadi sasaran balas dendam Putin.
Beberapa negara itu di antaranya, Amerika Serikat, negara anggota Uni Eropa, Inggris, dan Jepang.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Energi UE, Rusia memasok sekitar 40% gas alam ke blok tersebut.
Pada Januari, sekitar 58% dari penjualan gas alam Gazprom dalam euro, 39% dalam dolar, dan 3% dalam sterling.
Seorang sumber dari pemerintah Polandia mengatakan kepada Reuters, bahwa memaksa pembelian gas dengan mata uang rubel merupakan pelanggaran kontrak.
Italia, salah satu pembeli gas alam terbesar Rusia, mengaku kemungkinan akan melanjutkan pembayaran dalam euro.
Sebelumnya, pemerintahan AS melarang semua impor minyak dan gas alam Rusia pada 8 Maret lalu sebagai sanksi atas invasi Ukraina.
Sementara itu, Uni Eropa sedang mempertimbangkan untuk melarang impor energi dari Rusia.
Namun muncul penolakan dari beberapa negara yang sangat bergantung pada Rusia, termasuk Jerman dan Hongaria.