TRIBUNNEWS.COM - Pemilik perusahaan surat kabar di Sri Lanka mengatakan dua surat kabar utama di Kolombo menangguhkan edisi cetak karena kekuarangan kertas.
Industri ini tercatat sebagai korban terbaru krisis ekonomi yang melanda Sri Lanka.
Negara Asia Selatan berpenduduk 22 juta orang itu menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan dari Inggris pada 1948, setelah cadangan devisanya mencapai titik terendah.
Dikutip Al Jazeera, Surat Kabar Upali, milik pribadi pada Jumat (25/3/2022) mengatakan harian berbahasa Inggris mereka, The Island, dan 'saudara perempuannya' versi Sinhala, Divaina, hanya akan tersedia online "mengingat kekurangan kertas koran yang berlaku".
Baca juga: Berita Foto : Krisis Pangan dan Energi Lumpuhkan Sri Lanka
Baca juga: Krisis Ekonomi Sri Lanka, 2 Pria Lanjut Usia Meninggal saat Antre Bahan Bakar
Harian nasional utama lainnya juga telah mengurangi halaman setelah biaya melonjak lebih dari sepertiga dalam lima bulan terakhir dan karena kesulitan mengamankan pasokan dari luar negeri.
Rupee terdepresiasi
Awal bulan ini, pemerintah membiarkan rupee terdepresiasi dan mengumumkan akan mencari dana talangan IMF untuk merestrukturisasi utang luar negerinya.
Sri Lanka membutuhkan hampir $7 miliar untuk membayar utang luar negerinya tahun ini, sementara cadangan devisa negara itu telah mencapai $2,3 miliar, turun dari $7,5 miliar ketika pemerintah saat ini berkuasa pada November 2019.
Dilanda pandemi Covid-19
Pulau ini juga mencari lebih banyak pinjaman dari India, China dan negara-negara lain untuk mengatasi krisis mata uangnya.
Sri Lanka berada dalam krisis ekonomi yang mendalam ketika pandemi melanda, mengurangi pengiriman uang pekerja asing dan melumpuhkan sektor pariwisata yang menguntungkan, sumber utama dolar bagi perekonomian.
Baca juga: Gara-gara Kebijakan Embargo Biden, Harga Bensin di AS Melonjak 22 Pesen
Krisis energi
Kekurangan dolar telah menyebabkan kekurangan energi yang mempengaruhi semua sektor dan menyebabkan meroketnya harga dengan inflasi pada rekor 17,5 persen pada Februari, tertinggi bulanan kelima berturut-turut.
Pejabat kementerian energi mengatakan mereka berhasil mengumpulkan $42m pada Jumat (25/3/2022) untuk membayar kargo solar dan bahan bakar penerbangan, ditahan di pelabuhan Kolombo selama hampir dua minggu karena tidak ada dolar untuk membayarnya.
Korban jiwa saat antre pom bensin
Antrean panjang untuk mendapatkan bahan bakar telah menimbulkan korban jiwa.
Informasi terbaru, setidaknya empat orang tewas dalam sepekan terakhir saat menunggu berjam-jam saat mengisi bensin.
Kelangkaan dan harga yang meroket menyebabkan kesulitan di negara pulau itu.
Sementara itu, Al Jazeera sebelumnya melaporkan dua pria berusia sekitar 70-an, meninggal ketika menunggu bensin dan minyak tanah di dua negara bagian berbeda, kata juru bicara kepolisian Nalin Thalduwa, di Ibu Kota Kolombo, Minggu (20/3/2022).
Baca juga: Sri Lanka Dilanda Krisis Keuangan, Pemerintah Batalkan Ujian Sekolah karena Kekurangan Kertas
Baca juga: Perundingan Perjanjian Perdagangan Indonesia – Sri Lanka Dimulai
"Satu pengendara roda tiga, berusia 70 tahun, penderita diabetes dan jantung, sedangkan yang kedua 72 tahun. Keduanya sudah mengantre sekitar empat jam untuk membeli bahan bakar minyak," terang Thalduwa.
Pengemudi terpaksa menunggu berjam-jam di luar SPBU untuk membeli bensin.
Pemadaman listrik bergilir
Selain menghadapi kelangkaan bahan bakar, pemerintah memberlakukan pemadaman bergilir karena utilitas listrik tidak mampu membayar cukup minyak asing untuk memenuhi permintaan.
Pingsan antri beli gas memasak
Laporan media lokal mengatakan beberapa wanita yang berdiri di bawah terik matahari untuk membeli gas memasak, pingsan di beberapa lokasi di seluruh pulau selama akhir pekan.
"Pada Minggu (20/3/2022), Sri Lanka menangguhkan operasi di satu-satunya kilang bahan bakar setelah stok minyak mentah habis," kata Ashoka Ranwala, presiden Serikat Pekerja Umum Perminyakan.
Kementerian Energi Sri Lanka tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.
Penggunaan minyak tanah meningkat setelah keluarga berpenghasilan rendah mulai beralih dari gas memasak karena kenaikan harga.
Harga gas naik
Pada Minggu (20/3/2022), Laugfs Gas, pemasok terbesar kedua di negara itu menaikkan harga sebesar 1.359 rupee Sri Lanka ($4,94) untuk silinder 12,5kg, kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.
Sri Lanka telah berjuang untuk mengumpulkan dolar untuk membayar pengiriman bahan bakar yang semakin mahal sejak Januari, dengan cadangan mata uang asingnya turun menjadi $2,31 miliar pada Februari.
Harga susu naik
Harga susu bubuk naik 250 rupee ($0,90) untuk kemasan 400g pada Sabtu (19/3/2022), mendorong pemilik restoran menaikkan harga secangkir teh susu menjadi 100 rupee.
Ujian sekolah dibatalkan
Kelangkaan menimbulkan malapetaka di hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari.
Minggu ini pihak berwenang menunda ujian semester untuk hampir tiga juta siswa karena kekurangan kertas dan tinta.
Dilansir Al Jazeera, Otoritas Pendidikan Sri Lanka mengatakan ujian semester yang dijadwalkan seminggu lagi (27/3/2022), ditunda tanpa batas waktu karena kekurangan kertas sangat parat, saat Sri Lanka menghadapi krisis keuangan terburuk sejak kemerdekaan pada 1948.
"Kepala sekolah tidak dapat mengadakan tes karena printer tidak dapat mengamankan devisa untuk mengimpor kertas dan tinta yang diperlukan," kata Departemen Pendidikan Provinsi Barat, yang berpenduduk hampir enam juta orang.
Baca juga: Jemaah Umrah Asal Bandung Kembali ke Indonesia Setelah Sempat Transit di Kolombo
Baca juga: Indonesia Tawarkan Motor Listrik Hingga Aluminium Kepada Sri Lanka
Tes semester untuk kelas 9, 10 dan 11 adalah bagian dari proses penilaian berkelanjutan untuk memutuskan apakah siswa naik ke kelas berikutnya pada akhir tahun.
Dikutip NDTV, sumber resmi mengatakan langkah itu dapat secara efektif menahan tes untuk sekitar dua pertiga dari 4,5 juta siswa negara itu.
Berita lain terkait dengan Krisis Ekonomi Sri Lanka
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)