Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) dari 20 negara mendesak Taliban membuka akses pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan Afghanistan.
Para Menlu tersebut yakni Menlu Albania, Andorra, Australia, Belgia, Bosnia dan Herzegovina, Kanada, Estonia, Jerman, Islandia, Indonesia, Kosovo, Liechtenstein, Libya, Malawi, Mongolia, Selandia Baru, Norwegia, Swedia, Tonga, dan Inggris.
Mereka mendesak Taliban untuk memenuhi komitmen mereka kepada rakyat Afghanistan dan untuk mematuhi konvensi internasional yang telah dipatuhi Afghanistan.
"Sebagai perempuan dan sebagai menteri luar negeri, kami sangat kecewa dan prihatin bahwa anak perempuan di Afghanistan ditolak aksesnya ke sekolah menengah musim semi ini," tulis pernyataan pada Senin (28/3/2022).
Mereka menyerukan kepada Taliban untuk membalikkan keputusan dan untuk memberikan akses yang sama ke semua tingkat pendidikan, di semua provinsi Afghanistan.
Baca juga: Penutupan Akses Sekolah Menengah Perempuan Afghanistan Picu Keprihatinan RI
Para Menteri mengeluhkan keputusan Taliban untuk menangguhkan kelas menengah sampai pemberitahuan lebih lanjut sangat mengganggu.
Para Menlu juga berulang kali mendengar komitmen Afghanistan untuk membuka semua sekolah untuk semua anak, termasuk anak perempuan.
"Kesulitan praktis dalam menerapkan kebijakan pendidikan non-diskriminatif harus diatasi"” ujar para Menlu.
Setiap musim semi, pembukaan kembali sekolah di Afghanistan datang dengan harapan dan harapan besar dari jutaan siswa: untuk bertemu teman sekelas dan teman lagi, untuk melanjutkan pembelajaran dan pelatihan, dan untuk mengambil langkah maju dalam hidup.
Namun Taliban mengumumkan sekolah menengah perempuan akan ditutup, beberapa jam setelah dibuka kembali untuk pertama kalinya dalam hampir tujuh bulan.
Perubahan kebijakan Taliban yang tiba-tiba ini membuat siswa perempuan di atas kelas enam tidak akan bisa bersekolah.
Sebuah pemberitahuan Kementerian Pendidikan mengatakan pada Rabu (23/3/2022) bahwa sekolah untuk anak perempuan akan ditutup sampai rencana disusun sesuai dengan hukum Islam dan budaya Afghanistan, mengutip pemberitaan Kantor Berita Pemerintah setempat.
Para Menlu menegaskan kepada Taliban, akses ke pendidikan adalah hak asasi manusia yang menjadi hak setiap wanita dan setiap anak perempuan.
Menurut mereka secara individual, pendidikan anak perempuan dan pemberdayaan perempuan mengarah pada kehidupan yang lebih baik, membantu meringankan tantangan ekonomi bagi keluarga mereka, dan merupakan dasar untuk menjalankan hak-hak sosial dan perwakilan politik.
Secara kolektif, anak perempuan dan perempuan berkontribusi dengan pendidikan mereka untuk pembangunan dan kesejahteraan negara, untuk perdamaian, keamanan dan keadilan sosial.
Baca juga: Pemimpin Senior Taliban Sirajuddin Haqqani Muncul Pertama Kali Sejak Pengambilalihan Afghanistan
"Tidak ada negara yang mampu untuk tidak memanfaatkan potensi dan bakat seluruh rakyatnya," lanjutnya.
Para menlu berjanji akan mengawasi dengan cermat apakah Taliban memenuhi jaminan mereka.
"Kami akan mengukur mereka dengan tindakan mereka, bukan dengan kata-kata mereka. Cakupan dan tingkat keterlibatan negara-negara kita di Afghanistan di luar bantuan kemanusiaan akan dikaitkan dengan pencapaian mereka dalam hal ini," ujarnya.
Ke-20 Menlu menegaskan hak dan kesempatan yang tak terbantahkan yang dicapai untuk anak perempuan dan perempuan di Afghanistan dalam beberapa dekade terakhir harus dipertahankan dan diperluas.
"Biarkan harapan dan harapan mereka berkembang, sebagai anggota masyarakat Afghanistan yang benar-benar setara," ujarnya.