Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, CHICAGO - Wabah flu burung yang terjadi di Amerika Serikat dan Prancis telah mempengaruhi pasokan telur global.
Selain itu, perang di Ukraina telah mengganggu pengiriman ke Eropa dan Timur Tengah, sehingga mengakibatkan kenaikan harga makanan pokok.
Kenaikan harga telur sangat menyakitkan bagi konsumen yang mengandalkan telur sebagai lauk pengganti daging dan sumber protein yang murah.
Baca juga: Kepala BKKBN: Banyak Orang Tua Beli Rokok Sebulan Rp 600.000, Tapi tidak Belikan Telur untuk Anaknya
Permintaan telur di AS dan Eropa telah meningkat menjelang Hari Raya Paskah, karena banyak orang yang menggunakan telur, untuk dijadikan telur Paskah.
Melansir dari Reuters.com, berdasarkan data dari pemerintah federal dan pemerintah negara bagian AS, tahun ini tercatat lebih dari 19 juta ayam petelur di peternakan komersial AS musnah akibat terserang flu burung, ini merupakan wabah terburuk sejak tahun 2015.
Prancis juga dilanda wabah flu burung, yang memusnahkan sekitar 8 persen ayam petelur di negara itu.
Virus mematikan dan perang merupakan tantangan terbaru yang harus dihadapi pemasok telur, yang telah bergulat dengan kekurangan tenaga kerja dan biaya tinggi untuk energi dan pakan biji-bijian untuk ternak mereka.
Kenaikan harga telur juga berimbas pada bisnis toko roti dan perusahaan makanan, yang sebelumnya harus menghadapi kenaikan harga tepung dan barang-barang lainnya.
Badan Pangan PBB mengungkapkan, harga pangan dunia melonjak hampir 13 persen pada bulan Maret lalu, yang diakibatkan karena konflik di Ukraina, yang terkenal sebagai pengekspor utama gandum dan jagung.
Produsen telur terbesar kedua di AS, Rose Acre Farms memperkirakan harga telur akan tetap tinggi, karena akan memakan waktu berbulan-bulan untuk melanjutkan operasi di peternakan setelah ternak terjangkit wabah Flu Burung.
Wabah ini juga menghambat pekerjaan di pabrik yang memproses telur menjadi produk seperti telur kering dan telur cair, yang digunakan dalam campuran kue, panekuk serta sandwich telur.
Kepala Eksekutif Rose Acre Farms, Marcus Rust mengaku perusahaannya telah kehilangan sekitar 1,5 juta ayam petelur di peternakan Iowa, Amerika Serikat akibat terinfeksi flu burung.
Baca juga: Inflasi Maret Diprediksi 0,54 Persen, Komoditas Cabai Merah hingga Telur Ayam Jadi Penyumbang Utama
Wabah flu burung
Iowa, negara bagian penghasil telur teratas di AS, merasakan penderitaan saat menghadapi wabah flu burung yang menyebabkan lebih dari 5 juta ayam petelur dimusnahkan.
Sedangkan negara bagian lainnya, Nebraska mengatakan lebih dari 1,7 juta ayam petelur terjangkit virus flu burung telah dimusnahkan.
Menurut perusahaan data Urner Barry, harga grosir untuk telur di Midwest AS pada bulan Maret, mencapai 3 dolar AS per lusin, atau naik hampir 200 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan menurut kantor pertanian Prancis, FranceAgriMerdi mengatakan harga telur grosir di Prancis telah naik 69 persen dari tahun lalu. Akibatnya harga makanan yang terbuat dari telur di Prancis juga ikut melonjak.
Kenaikan produk makanan dari telur disampaikan oleh kepala eksekutif kelompok agribisnis makanan Prancis Avril, Jean-Philippe Puig.
“Ketika Anda memproduksi mayones, cukup rumit ketika harga telur melonjak. Anda harus beralih ke supermarket dan meyakinkan mereka untuk menerima kenaikan harga.” ungkap Puig.
Baca juga: Megawati Minta Anak-anak Disehatkan Kembali Lewat Makan Telur, Bisa Direbus atau Dikukus
Pemerintah AS mengatakan, telah meningkatkan impor telur dari Prancis, Italia dan Spanyol, untuk mengamankan pasokan setelah wabah flu burung terjadi di Negeri Paman Sam ini. Namun menurut para analis, impor merupakan pilihan yang kurang layak karena saat ini Eropa juga sedang diserang wabah Flu Burung.
“Ini sangat berubah menjadi masalah global dalam hal kekurangan secara keseluruhan. Sayangnya sekarang semua orang kekurangan pasokan.” kata Karyn Rispoli, reporter pasar telur di Urner Barry.
Perang di Ukraina pengaruhi pengiriman pasokan
Selain wabah Flu Burung, terjadinya konflik di Ukraina telah mengganggu rantai pasokan pembeli di Timur Tengah.
Salah satu pengimpor telur untuk Farzana Trading di Uni Emirat Arab (UEA), Santosh Kumar mengatakan dia tidak melihat adanya pengiriman dari Ukraina ke UEA selama dua minggu terakhir. Dia menambahkan, Farzana akhirnya mengimpor telur dari negara lain yaitu Turki.
Baca juga: Inflasi Maret Diprediksi 0,54 Persen, Komoditas Cabai Merah hingga Telur Ayam Jadi Penyumbang Utama
Menurut data dari layanan statistik negara Ukraina, pada tahun 2021 Ukraina telah menghasilkan 14,1 miliar telur.
Tahun sebelumnya, produksi di Ukraina mencapai 16,2 miliar telur. Angka ini lebih tinggi dari Prancis sebagai produsen telur terbesar di Uni Eropa, yang memproduksi 15,7 miliar telur pada tahun 2020.
Dalam beberapa tahun terkahir Ukraina telah menjadi pemasok telur utama di Uni Eropa, menyumbang sekitar setengah dari impor telur di kawasan tersebut. Sedangkan negara-negara Timur Tengah yang membeli telur dari Ukraina, berusaha mencari pasokan pengganti di Eropa.
Coulombel yang memproduksi sekitar 1 juta telur di wilayah Brittany dan Normandia, Prancis mengatakan produsen makanan di Prancis kemungkinan akan mengurangi produksi beberapa barang olahan atau menyesuaikan resep mereka untuk mengatasi kenaikan harga telur yang tinggi.
Sementara itu, pemilik toko kue dan kue kering yang terletak di Green Bay, AS Liz Rehberg mengatakan, dalam beberapa pekan terkahir harga 15 lusin telur naik menjadi 45 dolar AS, dari sebelumnya yaitu 26 dolar AS.
Rehberg menambahkan ia sedang mempertimbangkan apakah akan menaikkan harga atau mengurangi ukuran produk makanannya.
“Anda hanya memesannya karena Anda membutuhkan telur. Kemudian Anda melihat harganya dan Anda berkata, Ya Tuhan,” kata Rehberg.