Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, KYIV - Di tengah konflik yang sedang terjadi, Ukraina sempat mengejutkan dunia karena dapat mengimbangi serangan pasukan militer Rusia.
Ukraina memanfaatkan dengan baik senjata yang mereka miliki dan komitmennya untuk mempertahankan diri.
Banyak negara seperti Inggris dan Amerika Serikat yang ikut membantu Ukraina dengan mengirim bantuan senjata.
Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina Bikin Harga Perhiasan Central Mega Kencana Naik
Dikutip aljazeera.com, saat awal perang Ukraina memiliki pasukan yang terlatih dengan baik dan dilengkapi dengan senjata warisan Soviet seperti tank T-72 dan T-80, baterai rudal pertahanan udara S-300, jet tempur Sukhoi dan MiG.
Namun, terlepas dari keberhasilan Ukraina menghentikan langkah pasukan Rusia, permasalahan mengenai persediaan senjata Ukraina yang menipis tidak dapat dihindari.
Ukraina membutuhkan senjata berat jika ingin bertahan dan menang atas serangan Rusia.
Sedangkan Presiden Vladimir Putin telah mengumpulkan senjata dan pasukan dari luar perbatasannya untuk berkonsentrasi pada serangan yang akan datang.
Selain itu, promosi Jenderal Aleksandr Dvornikov, yang terkenal karena taktik brutal di Chechnya dan Suriah, akan memimpin pasukan Rusia untuk serangan berikutnya.
Rusia juga telah mendistribusikan pasukannya sehingga mereka fokus di Donbas yang terletak di timur Ukraina, yang kini menjadi target utama Rusia.
Konsentrasi pasukan Rusia terbagi di utara yaitu Kharkiv, di selatan dekat Mariupol dan sekarang konsentrasi besar di timur, sehingga unit-unit mekanis Ukraina yang menahan pasukan Rusia berada dalam bahaya karena dapat terkepung oleh militer Rusia.
Yang dibutuhkan Ukraina dan senjata yang sedang dikirim
Mengingat serangan Rusia sudah berjalan sekitar enam minggu, kebutuhan Ukraina akan sistem senjata berat semakin gawat.
Jet tempur yang masuk ke daftar teratas yang dibutuhkan Ukraina, merupakan salah satu perlengkapan perang yang engga diberikan Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Uni Eropa dan AS melakukan pendekatan kepada negara-negara Eropa Timur yang masih mengoperasikan jet MiG dan Sukhoi yang sangat dibutuhkan Ukraina.
Sayangnya kesepakatan itu gagal, karena baik negara-negara tetangga Rusia maupun Barat tidak menginginkan konflik Ukraina menyebar dan menjadi perang yang lebih luas, yang dapat melibatkan NATO, karena potensi penggunaan senjata nuklir.
Sejauh ini, senjata yang dikirimkan kepada Ukraina bersifat defensif. Slovakia menyediakan baterai rudal S-300 untuk Ukraina, yang berfungsi untuk mencegah serangan udara Rusia.
Keberhasilan senjata ini terlihat, karena jet Rusia sekarang perlu terbang di bawah perlindungan radar, akibat jaringan pertahanan udara Ukraina yag sangat aktif, sehingga menimbulkan kerugian besar bagi Rusia pada hari-hari pertama perang.
Baca juga: Pemerintah Yunani Umumkan Berhenti Kirim Senjata ke Ukraina
Sedangkan jet tempur Rusia yang terbang rendah, akan menjadi mangsa empuk bagi sistem sistem pertahanan udara Skystreak yang dikirim oleh Inggris dan Stinger yang dikirim oleh AS.
Sistem Pertahanan Udara Man-Portable (MANPADS), juga memiliki pengaruh besar pada perang Ukraina, yang menargetkan jet tempur dan helikopter Rusia, hingga dapat menghambat serangan Rusia.
Javelin, yang ditempatkan di bahu prajurit Ukraina, juga telah menghancurkan kolom lapis baja Rusia.
Namun, stok senjata AS semakin menipis, sepertiga dari persediaan Javelin AS telah dikirim ke Ukraina, dan militer AS berencana menyimpan sisa persediaan untuk berjaga-jaga, jika Negeri Paman Sam ini menghadapi konflik dengan salah satu musuhnya seperti Rusia, Korea Utara atau China.
Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden secara langsung mengimbau produsen senjata AS agar meningkatkan produksi senjata genggam mereka, untuk memenuhi kebutuhan militer Ukraina.
AS juga telah mengirimkan sejata lainnya yang dapat menlidungi pertahanan Ukraina, yaitu artileri berat 155mm. Selain itu, drone dan amunisi yang kuat, yang dikenal sebagai drone kamikaze, ikut memperkuat pertahanan Ukraina.
AS bukanlah satu-satunya yang memberikan bantuan senjata kepada Ukraina dan melonggarkan kebijakan pengiriman senjatanya, ide-ide Eropa mengenai pertahanan juga telah berubah secara drastis dalam enam minggu terkahir.
Baca juga: Imbas Invasi Rusia, 7 Crazy Rich Ukraina Ini Kehilangan Kekayaan Rp 170 Triliun
Kebijakan pertahanan kolektif Uni Eropa
Konflik Ukraina telah menggalakan kebijakan pertahanan kolektif Uni Eropa, ini terlihat karena UE sekarang bertindak sebagai sebuah blok daripada kumpulan negara-negara yang berafiliasi secara longgar.
UE telah memberikan lebih dari 1,6 miliar dolar AS bantuan militer ke Ukraina.
Untuk menunjukkan solidaritas yang jelas, Presiden UE, Ursula von der Leyen mengunjungi ibu kota Ukraina, Kyiv dan menjanjikan dukungan Eropa dengan menyatakan bahwa Ukraina memiliki masa depan Eropa dan keanggotaannya dalam serikat akan dipercepat.
Gagasan pertahanan kolektif yang berbasis di sekitar angkatan bersenjata UE, saat ini menjadi pertimbangan utama.
Sejauh ini, hanya 5.000 pasukan pengerahan cepat yang telah disetujui. Namun invasi Rusia ke Ukraina telah menyadarkan orang-orang Eropa dengan adanya fakta bahwa Rusia tidak menyesal menggunakan kekuatan militer terbuka untuk mencapai kemenangan.
Uni Eropa masih berjaga agar bantuan yang mereka berikan kepada Ukraina, tidak menimbulkan risiko lain yaitu konflik yang lebih luas, hingga ke luar Ukraina.
Namun Uni Eropa tampaknya sedang menghadapi ujian karena raksasa senjata Jerman Rheinmetall, telah menawarkan untuk memperbarui dan mengirim 50 tank tempur utama Leopard 2 ke Ukraina, dan tawaran untuk melatih awak tank Ukraina.
Walaupun tawaran ini berasal dari tawaran pribadi sebuah perusahaan, dan bukan dari pemerintah sebuah negara, namun Rusia akan menyadari jika kesepakatan sebesar ini tidak akan diizinkan tanpa persetujuan dari pemerintah Jerman.
Ukraina, yang babak belur dan terkepung oleh konflik yang berjalan selama enam minggu, mulai mempersiapkan diri untuk serangan selanjutnya.
Namun angkatan udara Ukraina telah berkurang, dan pada pertempuran yang akan datang, Ukraina membutuhkan bantuan berupa kekuatan udara, yang telah ditolak oleh pihak Barat untuk diberikan karena kekhawatiran akan adanya konflik yang lebih luas dan melibatkan NATO.