TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Cina bersiap mengantisipasi dampak larangan ekspor minyak sawit Indonesia.
Minyak sawit adalah minyak nabati paling banyak digunakan di China, yang semakin meningkatkan harga minyak nabati global di tengah inflasi akibat konflik Rusia-Ukraina.
Orang dalam industri Cina mengatakan sebagai importir minyak sawit terbesar kedua di dunia, Cina mungkin menghadapi kesulitan pasokan jangka pendek.
Pengusaha industri grosir dan eceran biji-bijian yang berbasis di Shanghai, Chen Hao mengatakan kepada Global Times, minyak kelapa sawit mencatatkan volume perdagangan tertinggi di Cina.
Baca juga: Pasar Minyak Nabati Dunia Bergejolak Setelah Indonesia Larang Ekspor CPO
Baca juga: Larangan Ekspor Sawit dan Minyak Goreng akan Membuat Stok di Pasaran Melimpah dan Harga Terjangkau
Baca juga: Anggota DPR Minta Larangan Ekspor Minyak Goreng dan CPO Tidak Angin-anginan
"Harga domestik untuk minyak kedelai, minyak kacang tanah dan minyak colza akan naik karena meskipun permintaan secara keseluruhan tetap normal, minyak sawit, sumber pasokan utama, menurun," kata Chen.
Cina mengimpor 258.300 ton minyak sawit dari Indonesia dan 242.800 ton dari Malaysia pada kuartal pertama 2022.
Angka itu masing-masing menyumbang sekitar 52 persen dan 48 persen dari total impor Cina, menurut situs informasi perdagangan komoditas mysteel.com.
Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan larangan itu dikeluarkan untuk mengamankan pasokan makanan dalam negeri.
Dua eksportir besar biji-bijian, Rusia dan Ukraina, yang terkunci dalam konflik punya andil menaikkan harga minyak dunia.
Pada Oktober 2021, Jokowi mengumumkan ekspor minyak sawit mentah mungkin akan dilarang "di masa depan."
Biaya Produksi Industri Akan Melonjak
Jiao Shanwei, pemimpin redaksi cngrain.com, mengatakan dampak larangan harga minyak nabati Cina akan terlihat jelas dalam jangka pendek.
Biaya akan melonjak untuk pengguna hilir seperti produksi dan pemrosesan makanan.
“Tetapi operasi normal perdagangan minyak colza China-Rusia, dan kacang tanah yang diimpor dari AS di bawah perjanjian perdagangan bilateral, dapat meredakan ketegangan saat ini," kata Jiao.
Minyak kacang tanah adalah pengganti utama minyak sawit di Cina.
Untuk mengamankan ketahanan pangan negara itu, Provinsi Heilongjiang China Timur Laut mengumumkan provinsi tersebut berencana untuk memperbesar area penanaman kacang tanah hingga melebihi 10 juta mu (666.666,67 hektar).
Luas lahan itu akan meningkatkan produksi sebesar 2,6 miliar jin (1,3 miliar ton) pada tahun 2022 .
“Kesenjangan pasokan kelapa sawit pasti akan meningkatkan permintaan kacang tanah,” kata Chen.
"Otoritas terkait seperti China Grain Reserves akan melepaskan cadangan kacang tanah jika harga meroket di luar penerimaan pasar," lanjutnya.
“Selain mengamankan pasokan di dalam negeri, Indonesia juga bertujuan untuk memperkuat posisi globalnya sebagai pengekspor komoditas penting,” Liu Zongyi, Sekretaris Jenderal Pusat Penelitian untuk Kerjasama China-Asia Selatan di Institut Studi Internasional Shanghai, mengatakan kepada Global Times.
Liu mencatat larangan ekspor minyak sawit Indonesia dapat melindungi industri pengolahan minyak dalam negeri, tujuan yang sama dengan larangan ekspor bijih nikel.
Pada awal 2022, negara Asia Tenggara itu juga melarang ekspor batu bara dan bijih nikel dalam bentuk mentah.(Tribunnews.com/GlobalTimes/xna)