"Jika Anda melihat lebih dekat di tanah di sekitar rumah saya, Anda akan menemukan lebih banyak lagi," kata Chmut, 54, dikutip dari Washington Post.
Chmut menemukan proyektil di mobilnya pada pagi hari tanggal 25 atau 26 Maret, setelah malam penyerangan yang intens di kedua sisi.
Fléchette tidak akan menimbulkan bahaya bagi orang-orang di dalam gedung.
Meskipun kelompok hak asasi manusia telah lama meminta pelarangan peluru fléchette, amunisi tersebut tidak dilarang menurut hukum internasional.
Namun, penggunaan senjata mematikan yang tidak tepat di wilayah sipil berpenduduk padat merupakan pelanggaran hukum humaniter.
Neil Gibson, ahli senjata dari Fenix Insight di Inggris mengatakan panah itu mungkin berasal dari peluru artileri 122 mm 3Sh1 yang merupakan salah satu dari beberapa amunisi Rusia yang membawa proyektil.
Gibson sendiri telah meninjau foto-foto peluru artileri yang ditinggalkan oleh pasukan Rusia.
Mayor Volodymyr Fito, juru bicara komando pasukan darat Ukraina, mengatakan militer Ukraina tidak menggunakan peluru dengan fléchette.
"Proyektil lain yang tidak biasa dan jarang terlihat," kata Gibson di Twitter.
"Kali ini adalah proyektil anti-personil (APERS) seri Rusia yang setara dengan 'Beehive', ini beroperasi seperti proyektil pecahan peluru, tetapi diisi dengan fléchette dan pengikat lilin."
Fléchettes digunakan sebagai senjata balistik sejak Perang Dunia I.
Peluru ini dijatuhkan dari pesawat untuk menyerang infanteri, karena anak panah logamnya yang mampu menembus helm.
Fléchettes tidak banyak digunakan selama Perang Dunia II, tetapi muncul kembali dalam perang Vietnam ketika AS menggunakan versi muatan fléchette, dikemas ke dalam gelas plastik.
"Fléchettes adalah senjata anti-personil yang dirancang untuk menembus vegetasi lebat dan untuk menyerang sejumlah besar tentara musuh," menurut Amnesty International.
Baca juga: Rusia Disebut Kerahkan Peluncur Rudal Iskander-M di Perbatasan Ukraina
Baca juga: Rusia Disebut Hanya Miliki 30% Rudal Tersisa, Ukraina akan Dapat Pasokan Senjata dari 19 Negara