TRIBUNNEWS.COM - Rusia memutuskan untuk menghentikan aliran gas alam ke dua negara Uni Eropa, Polandia dan Bulgaria, Rabu (27/4/2022).
Perusahaan energi milik Rusia, Gazprom, mengatakan pihaknya melakukan hal itu karena Polandia dan Bulgaria menolak untuk membayar pembelian gas alam dengan mata uang rubel Rusia, seperti yang diminta Presiden Vladimir Putin.
Gazprom mengatakan perusahaan juga belum menerima pembayaran apa pun sejak awal bulan.
Keputusan Gazprom untuk menghentikan aliran gas ke dua negara Eropa telah menghidupkan kembali keretakan geopolitik Perang Dingin dan memiliki dampak langsung.
Harga gas Eropa disebut melonjak sebanyak 24 persen.
Baca juga: UPDATE Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-63, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi
Baca juga: Rusia Disebut Telah Meluncurkan 1.300 Rudal di Ukraina Sejak Awal Invasi
Fatih Birol, Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional yang berbasis di Paris, menilai langkah itu sebagai "persenjataan pasokan energi".
"Langkah Gazprom untuk sepenuhnya mematikan pasokan gas ke Polandia adalah tanda lain dari politisasi Rusia atas perjanjian yang ada dan hanya akan mempercepat upaya Eropa untuk menjauh dari pasokan energi Rusia," tulisnya di Twitter.
Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen menyebut langkah itu sebagai upaya lain oleh Rusia untuk menggunakan gas sebagai alat pemerasan.
"Ini tidak dapat dibenarkan dan tidak dapat diterima," kata Ursula von der Leyen seperti dikutip AP News.
Pada hari Selasa, Kepala Pertahanan Amerika Serikat (AS) mendesak sekutu Ukraina bergerak dengan kecepatan perang untuk mendapatkan senjata yang lebih banyak dan lebih berat ke Kyiv.
Polandia telah menjadi pintu gerbang utama untuk pengiriman senjata ke Ukraina dan mengkonfirmasi minggu ini bahwa mereka mengirim tank negara itu.
Polandia juga memiliki penyimpanan gas alam yang cukup, dan akan segera mendapat manfaat dari dua jalur pipa yang mulai beroperasi, kata analis Emily McClain dari Rystad Energy.
Bulgaria mendapatkan lebih dari 90 persen gasnya dari Rusia, dan para pejabat mengatakan mereka sedang bekerja untuk menemukan sumber-sumber lain, seperti dari Azerbaijan.
Kedua negara telah menolak tuntutan Rusia agar mereka membayar dalam rubel, seperti halnya hampir semua pelanggan gas Rusia di Eropa.