TRIBUNNEWS.COM - Ibu kota China, Beijing, memperketat pembatasan Covid-19 pada hari Minggu (1/5/2022) demi memerangi gelombang baru virus corona.
Di saat yang sama, penduduk kota Shanghai, kota terpadat di negara itu, diizinkan untuk keluar rumah setelah berminggu-minggu berada di bawah lockdown ketat.
Dilansir DW, Beijing telah mencatat sekitar 300 kasus Covid-19 yang ditularkan secara lokal sejak 22 April.
Kota itu belum di-lockdown, tetapi telah memperketat aturan jarak sosial dan memulai babak baru pengujian massal.
Tes Covid-19 massal dilakukan terutama di distrik-distrik yang paling parah terdampak di kota itu.
Pejabat di ibu kota juga telah menutup tempat hiburan dan melarang makan di dalam ruangan.
Baca juga: Gara-gara Elon Musk Kuasai Twitter, Media China Sebut Ketakutan pada Beijing Jadi Penyakit Amerika
Baca juga: Khawatir Bakal Senasib dengan Shanghai saat Lockdown, Warga Beijing Mulai Dilanda Panic Buying
Penduduk Shanghai menghirup udara segar pertama dalam beberapa minggu
Di Shanghai, wabah besar berlangsung sejak Maret lalu.
Sebelum gelombang terbaru ini, China hanya mencatat beberapa ratus kematian akibat Covid-19.
Sekarang, setidaknya 138 orang telah meninggal di Shanghai sejak Maret, meskipun ada beberapa perdebatan tentang jumlah korban sebenarnya.
Menanggapi situasi di Shanghai, pemerintah memberlakukan lockdown ketat selama berminggu-minggu.
Akibatnya, penduduk tidak dapat meninggalkan rumah mereka dengan alasan apa pun selain keadaan darurat medis.
Namun, pada hari Minggu (1/5/2022), beberapa penduduk Shanghai diizinkan keluar sebentar untuk mendapatkan cahaya dan udara.
Keputusan itu dikeluarkan setelah dua hari tidak ada kasus yang dilaporkan di luar zona karantina yang paling ketat.
Baca juga: Serbia Pamer Rudal Baru dari China di Tengah Perang Rusia-Ukraina
Baca juga: China Tangguhkan Pengiriman Drone Untuk Rusia dan Ukraina, Cegah Invasi Makin Memanas
Bagaimana dengan Taiwan?
Masih dilansir DW, Taiwan menyebut lockdown yang dilakukan China "kejam".
Mereka mengatakan tidak akan mengikutinya meskipun ada lonjakan infeksi.
Setelah mengendalikan pandemi dengan kontrol perbatasan dan karantina yang ketat, Taiwan menghadapi gelombang infeksi domestik sejak awal tahun ini.
Ada sekitar 75.000 kasus didorong oleh varian Omicron.
Tetapi, lebih dari 99% dari pasien hanya memiliki gejala ringan atau tidak ada gejala.
Selain itu, hanya ada beberapa kematian.
Tingkat vaksinasi juga terbilang tinggi.
Baca juga: Cina Mengutuk Kapal Perang AS Berlayar Lewati Selat Taiwan
Baca juga: Militer Cina Gelar Latihan Perang di Dekat Taiwan
Pemerintah akhirnya memutuskan melonggarkan pembatasan dan secara bertahap membuka kembali pulau berpenduduk 23 juta orang itu ke dunia luar.
Berbicara selama kunjungan ke Pusat Pengendalian Penyakit Taiwan, Perdana Menteri Su Tseng-chang mengatakan tindakan pengendalian pandemi mereka telah "dipuji oleh dunia".
"Kami tidak akan mengunci negara dan kota-kota sekejam China," katanya.
"Kami punya rencana, dan ada ritme untuk itu," tambahnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)