TRIBUNNEWS.COM, BERLIN – Menteri Kerjasama dan Pembangunan Jerman, Svenja Schulze, memperingatkan kelaparan global sebagai dampak perang di Ukraina.
Dunia menurutnya akan menghadapi krisis pangan akut karena melonjaknya harga pangan. Svenja Schulze mengatakan hal itu kepada surat kabar Bild, Sabtu (7/5/2022) waktu Berlin.
Ia memperingatkan tentang bahaya kelaparan yang mengancam yang tidak terlihat sejak Perang Dunia II.
Menteri Schulze menyebut pandemi Covid-19 dan operasi militer Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina sebagai penyebabnya.
“Situasinya sangat dramatis,” katanya kepada tabloid Jerman dalam wawancara Sabtu malam itu.
Menurut Program Pangan Dunia PBB (WFP), lebih dari 300 juta orang sudah menderita kelaparan akut dan PBB harus terus-menerus merevisi data ini ke atas.
Baca juga: Dampak Perang, Harga Gandum di Afrika Naik 60 Persen, Terancam Krisis Pangan
Baca juga: Pakistan Tetap Berteman dengan Rusia demi Amankan Pasokan Gandum dan Gas
Baca juga: Ukraina Diprediksi Kehilangan Sekitar 20 Persen Panen Gandumnya karena Perang
Harga pangan di seluruh dunia telah tumbuh sepertiga dan telah mencapai tingkat rekor tertinggi. Ia menambahkan pesan pahitnya adalah dunia menghadapi ancaman kelaparan terburuk sejak Perang Dunia II.
Seruan World Food Programme
Dalam pernyataan 6 Mei, Program Pangan Dunia telah memperingatkan 44 juta orang di seluruh dunia berbaris menuju kelaparan karena produk biji-bijian Ukraina tidak dapat menjangkau mereka.
WFP menyerukan agar pelabuhan Laut Hitam dibuka sehingga biji-bijian ini dapat dikirim ke yang membutuhkan.
Menteri Schulze menyalahkan Moskow atas perkembangan tersebut dengan menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan perang guna menciptakan kelaparan.
Dia mengklaim Rusia juga telah mencuri produk biji-bijian dari Ukraina, dan sekarang mengambil keuntungan dari negara-negara yang bergantung pada produk pertanian Rusia dan Ukraina.
Moskow menawarkan makanan hanya kepada mereka yang benar-benar pro-Rusia.
Menteri tersebut juga mengklaim fakta 40 negara yang merupakan rumah bagi setengah dari populasi dunia tidak mengutuk tindakan Rusia di Ukraina.