TRIBUNNEWS.COM - Massa yang marah membakar beberapa rumah milik Perdana Menteri Sri Lanka dan anggota parlemen.
Dilansir BBC, kekerasan itu merupakan puncak kerusuhan yang mendorong pengunduran diri Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa atas krisis ekonomi.
Sayangnya, mundurnya Rajapaksa dari jabatan gagal meredakan kemarahan demonstran.
Massa di Sri Lanka berusaha menyerbu kediaman resminya saat ia tengah bersembunyi di dalam.
Kerusuhan menewaskan lima orang dan lebih dari 190 orang terluka sejak Senin (9/5/2022).
Baca juga: PM Sri Lanka Mahinda Rajapaksa Mengundurkan Diri di Tengah Krisis Ekonomi
Baca juga: Presiden Gotabaya Rajapaksa Umumkan Keadaan Darurat Sri Lanka untuk Kedua Kalinya dalam 5 Minggu
Akibatnya, jam malam diperpanjang hingga Rabu mendatang untuk meredakan kekerasan.
Publik menyerukan agar Presiden Gotabaya Rajapaksa, saudara Mahinda, mundur dari jabatannya.
Krisis ekonomi hingga pemadaman listrik sejak bulan lalu, telah memicu gelombang protes di Sri Lanka selama berminggu-minggu.
Pada Senin (9/5/2022), pendukung pemerintah bentrok dengan pengunjuk rasa anti-Rajapaksa di luar kediaman resmi Perdana Menteri Sri Lanka atau disebut Temple Trees, di ibu kota Kolombo.
Sementara itu, protes utama berlangsung di kawasan Galle Face Green.
Polisi dan tim anti huru hara dikerahkan.
Aparat menembakkan gas air mata serta meriam air ke arah pendukung pemerintah karena mereka melanggar garis polisi dan menyerang pendemo anti-pemerintah dengan tongkat dan galah.
Demonstran yang marah, membalas serangan pendukung pemerintah dan menargetkan anggota parlemen partai yang berkuasa.
Bahkan di tengah kerusuhan itu, menurut laporan polisi Sri Lanka, seseorang menembak dua orang setelah massa menyerbu mobilnya dan kemudian bunuh diri.