Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Defisit perdagangan Jepang (nilai ekspor dikurangi nilai impor) semakin membesar. Selain melonjaknya harga sumber daya, kenaikan biaya impor karena depresiasi yen merupakan salah satu faktornya.
Dengan invasi Rusia ke Ukraina, harga energi seperti minyak mentah telah meningkat lebih lanjut, dan defisit perdagangan semakin berlanjut.
"Mengapa defisit meningkat? Ini karena kegiatan ekonomi yang terhenti akibat penyebaran infeksi virus corona telah dimulai kembali di seluruh dunia, konsumsi energi seperti minyak mentah meningkat, dan harga pun naik. Jepang bergantung pada negara asing untuk sumber daya dan makanan, dan depresiasi yen juga mempercepat ekspansi impor," ungkap sumber Tribunnews.com, Selasa (17/5/2022).
Lalu berapa ukuran defisit perdagangan Jepang saat ini?
Menurut Buletin Statistik Perdagangan 2021 (basis kepabeanan) yang dirilis Kementerian Keuangan, jumlah defisit adalah 5 triliun 374,9 miliar yen.
"Jumlah tersebut adalah yang terbesar keempat dibandingkan masa lalu, level pertama dalam tujuh tahun sejak tahun fiskal 2014, ketika pembangkit listrik tenaga nuklir berhenti beroperasi setelah Gempa Besar Jepang Timur dan impor bahan bakar untuk pembangkit listrik termal meningkat. Secara bulanan, telah berada di zona merah (merugi) selama delapan bulan berturut-turut hingga Maret tahun ini," ungkapnya.
Baca juga: Shionogi Perusahaan Jepang Pembuat Vaksin Dalam Negeri Uji Klinis Terakhir untuk Anak 12-19 Tahun
Lalu bagaimana dengan ekspor Jepang?
Mencerminkan pemulihan ekonomi luar negeri, nilai ekspor pada tahun fiskal 2021 mencapai rekor tertinggi, namun belum mampu mengimbangi peningkatan nilai impor.
Juga merupakan angin sakal bahwa produksi mobil, yang merupakan penopang ekspor, terpaksa turun karena pembatasan pasokan suku cadang akibat corona.
Depresiasi yen menyebabkan penurunan harga produk ekspor, meningkatkan daya saing produk Jepang di luar negeri.
Namun, perusahaan memindahkan basis produksi mereka ke luar Jepang, dan sulit untuk mendapatkan keuntungan.
Apakah defisit akan hilang?
Neraca perdagangan tidak bisa diharapkan membaik.
Bank of Japan (BOJ) berencana untuk tetap pada langkah-langkah pelonggaran moneter skala besar, sementara bank sentral Eropa dan Amerika Serikat memimpin dalam pengetatan kebijakan moneter.