Rezim pajak baru dan dampak COVID-19, bersama dengan langkah-langkah bantuan pandemi, melebarkan defisit anggaran secara signifikan menjadi 12,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2021 dari 9,6 persen dari PDB dua tahun sebelumnya.
Baca juga: Pemerintah Berencana Naikkan Tarif Listrik Golongan 3.000 VA ke Atas, Ini Penjelasan Sri Mulyani
Baca juga: BBM di Sri Lanka Habis Total, Ratusan Becak Motor Terancam Tak Dapat Beroperasi
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Reuters bulan ini, Wickremesinghe mengatakan akan memotong pengeluaran "sampai ke tulang" dalam anggaran sementara yang akan datang dan mengalihkan dana ke dalam program bantuan dua tahun.
Kenaikan pajak ditujukan untuk mengembalikan pendapatan publik ke tingkat sebelum pandemi dan fokus pada konsolidasi fiskal karena negara tersebut mencari paket pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF), kata Lakshini Fernando, ahli ekonomi makro di perusahaan investasi Asia Securities.
"Kenaikan pajak jelas merupakan langkah awal yang sangat positif, terutama untuk pembicaraan IMF dan restrukturisasi utang," kata Fernando.
"Ini diperlukan untuk melanjutkan diskusi dan juga akan membantu pemerintah dalam pembicaraan dengan mitra bilateral dan multilateral untuk mendapatkan lebih banyak dana," kata Fernando.
Berita lain terkait dengan Krisis Sri Lanka
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)