News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Militer Ukraina Hampir Kehabisan Amunisi dalam Perang Lawan Rusia, Satu Hari Pakai 6.000 Peluru

Penulis: garudea prabawati
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gambar selebaran ini diambil dan dirilis oleh layanan pers kepresidenan Ukraina pada 5 Juni 2022, menunjukkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kanan) mengunjungi posisi garis depan militer Ukraina selama perjalanan kerja ke wilayah Zaporizhzhia.

TRIBUNNEWS.COM - Perang Ukraina melawan Rusia masih terus berkecamuk.

Tentu telah menghabiskan banyak amunisi perang, termasuk peluru.

Wakil kepala intelijen militer Ukraina mengatakan Ukraina kalah melawan Rusia di garis depan.

Hal tersebut termasuk kalah dalam persediaan amunisi, Ukraina pun kini sepenuhnya bergantung pada senjata bantuan dari Barat.

"Ini adalah perang artileri sekarang, dan kita kalah dalam hal artileri." kata Vadym Skibitsky, wakil kepala intelijen militer Ukraina.

Baca juga: Tak Berhenti di Ukraina, Putin Isyaratkan Perluas Lagi Wilayah Rusia: Kita Harus Memperkuat Negara

“Semuanya sekarang tergantung pada apa yang (barat) berikan kepada kita,” kata Skibitsky.

“Ukraina memiliki satu artileri berbanding dengan 10 hingga 15 artileri Rusia. Mitra barat kami telah memberi kami sekitar 10 % dari apa yang mereka miliki.”

Foto selebaran yang dirilis oleh Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina pada 27 Maret 2022 menunjukkan senjata artileri self-propelled Rusia yang hancur setelah pertempuran di kota Trostyanets, wilayah Sumy. (Handout / General Staff of the Armed Forces of Ukraine / AFP)

Dikutip Tribunnews dari The Guardian, Ukraina menggunakan 5.000 hingga 6.000 peluru artileri sehari, menurut Skibitsky.

“Kami hampir menghabiskan semua amunisi (artileri) kami dan sekarang menggunakan peluru standar NATO kaliber 155,” katanya.

“Eropa juga mengirimkan peluru kaliber lebih rendah tetapi seiring persediaan amunisi Eropa habis, jumlahnya (bantuan) semakin kecil," lanjutnya lagi.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, mengatakan pekan lalu bahwa antara 60 dan 100 tentara Ukraina tewas setiap hari dan 500 lainnya terluka.

Baca juga: Restoran Pengganti McDonalds akan Segera Buka di Rusia, Logo Baru Dipamerkan

Namun di sisi lain Ukraina telah merahasiakan jumlah total kerugian militernya.

Skibitsky menekankan perlunya barat untuk memasok Ukraina dengan sistem roket jarak jauh untuk menghancurkan artileri Rusia dari jauh.

Minggu ini, penasihat presiden Ukraina Oleksiy Arestovych mengatakan bahwa Ukraina membutuhkan 60 peluncur roket ganda, lebih banyak dari yang dijanjikan Inggris dan AS sejauh ini, untuk memiliki peluang mengalahkan Rusia.

Dominasi Perang Artileri

Pekerja penjinak bom Ukraina memuat persenjataan yang tidak meledak ke dalam kontainer sebelum diangkut dengan kendaraan khusus selama pekerjaan pembersihan ranjau di desa Yahidne, di wilayah pembebasan wilayah Chernihiv pada 7 Juni 2022 di tengah invasi Rusia ke Ukraina. (Photo by Sergei SUPINSKY / AFP) (AFP/SERGEI SUPINSKY)

Ukraina akan meminta daftar senjata dan peralatan pertahanan barat pada pertemuan kelompok kontak dengan NATO di Brussel pada 15 Juni 2022 nanti.

Skibitsky berpikir konflik akan tetap didominasi perang artileri dalam waktu dekat.

Dan serangan roket yang diluncurkan Rusia kemudian menghantam warga sipil kemungkinan akan tetap terjadi di masa perang saat ini.

Baca juga: UPDATE Serangan Rusia ke Ukraina Hari ke-107, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi

Diketahui pada bulan pertama, Rusia terus-menerus menyerang Ukraina dengan roket tetapi dalam dua bulan terakhir telah melambat.

“Kami telah memperhatikan bahwa Rusia melakukan serangan roket yang jauh lebih sedikit dan telah menggunakan roket H-22, itu adalah roket Soviet tahun 1970-an,” kata Skibitsky.

Hal itu pun menurut Skibitsky menunjukkan Rusia juga telah kehabisan roket.

Skibitsky mengatakan Rusia tidak dapat memproduksi roket dengan cepat karena adanya sanksi dunia, dan telah menggunakan sekitar 60 % dari pasokannya.

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini