TRIBUNNEWS.COM - Di tengah peringatan dari Amerika Serikat terkait uji coba nuklir, Korea Utara menunjuk menteri luar negeri wanita pertama negara itu, Sabtu (11/6/2022).
Diplomat karier Choe Son Hui ditunjuk pada pertemuan pleno Komite Sentral Partai Buruh Korea pada 8-10 Juni, diawasi oleh pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, kata outlet milik pemerintah Kantor Berita Pusat Korea (KCNA), sebagaimana dikutip dariCNN.
Pengangkatannya dilakukan pada saat ketegangan di Semenanjung Korea karena Korea Utara secara agresif meningkatkan program pengujian senjatanya yang bertentangan dengan sanksi PBB.
Pada hari Selasa, Perwakilan Khusus AS untuk Kebijakan Korea Utara Sung Kim memperingatkan bahwa Washington jika Korea Utara sedang bersiap untuk melakukan uji coba nuklir ketujuh - yang akan menjadi yang pertama sejak 2017.
Mengutip South China Morning Post, Choe merupakan seorang diplomat senior dan pembantu dekat pemimpin Kim Jong-un, telah lama menangani masalah senjata nuklir dan negosiasi Korea Utara dengan Amerika Serikat.
Baca juga: Ini Ancaman Amerika Serikat Jika Korea Utara Berani Uji Coba Nuklir
Pembicaraan langsung tentang denuklirisasi dan keringanan sanksi antara kedua negara terhenti selama lebih dari dua tahun.
Penunjukan itu dilakukan pada rapat pleno yang diadakan selama dua hari hingga Jumat, menurut KCNA.
Choe menggantikan Ri Son-gwon, seorang garis keras dengan latar belakang militer yang selama pertemuan itu diumumkan sebagai orang penting baru Kim di saingan Korea Selatan.
Dia sebelumnya adalah perwakilan dalam pembicaraan militer antar-Korea.
Siapa Choe Son Hui?
Masih dikutip dari CNN, Choe Son Hu lahir pada tahun 1964 di Pyongyang.
Choe adalah putri mantan perdana menteri Korea Utara Choe Yong Rim, menurut data Kementerian Unifikasi Korea Selatan.
Dia pertama kali muncul di media pada tahun 1997 sebagai penerjemah untuk delegasi Korea Utara dalam negosiasi nuklir empat pihak dengan tetangganya.
Baca juga: Korea Selatan dan AS Terbangkan 20 Jet Tempur sebagai Respons Provokasi Korea Utara
Choe kembali bergabung dalam negosiasi selama pembicaraan enam pihak di tahun 2000-an.
Dia memainkan peran kunci selama KTT Korea Utara dengan AS, memimpin upaya negosiasi agresif yang ditujukan pada kepemimpinan AS dari mantan Presiden Donald Trump.
Pernyataannya yang dipublikasikan di media pemerintah Korea Utara berganti-ganti antara mengancam "pertarungan nuklir" dengan tawaran dialog.
Dia menemani pemimpin Korea Utara Kim untuk KTT di Singapura pada 2018 dan Hanoi setahun kemudian, duduk di sampingnya di meja negosiasi.
Dalam pernyataan terakhirnya pada Maret tahun lalu, dia menuntut AS menghentikan "kebijakan bermusuhan" terhadap Korea Utara, termasuk latihan bersamanya dengan Korea Selatan.
(Tribunnews.com/Yurika)