Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO – Krisis ekonomi yang tengah melanda Sri Lanka memicu kosongnya cadangan devisa negara tersebut.
Hal itu membuat pemerintah setempat mengeluarkan aturan baru terkait pelonggaran batas usia perempuan yang ingin melakukan eksodus atau bekerja di luar negeri.
Dengan aturan baru tersebut, nantinya para wanita yang berusia 21 tahun dapat bekerja diluar negeri, aturan ini pun sejalan dengan meningkatnya minat masyarakat Sri Lanka yang ingin melakukan eksodus demi memperoleh pendapatan yang layak.
Baca juga: Ekonom: Bangkrutnya Sri Lanka Buat Investor Hati-hati Tanam Modal di Negara Berkembang
Mengingat saat ini Sri Lanka tengah mengalami kebangkrutan.
Dilansir dari Economic Times, sebelum adanya pembaharuan ini pemerintah Sri Lanka telah menetapkan batas minimum wanita yang bekerja di luar negeri yaitu di atas 23 tahun, dan khusus untuk Arab Saudi pemerintah mematok batas usia minimum 25 tahun.
Aturan tersebut mulai diterapkan pemerintah setelah seorang pengasuh asal Sri Lanka yang berusia 17 tahun dipenggal di Arab Saudi, lantaran telah lalai dalam bekerja hingga menyebabkan kematian pada seorang anak dalam perawatannya.
Atas dasar inilah Sri Lanka memberlakukan aturan ketat terkait batas usia warga negaranya yang ingin bekerja di luar negeri.
Namun setelah krisis ekonomi menghantam Sri Lanka, pemerintah akhirnya melonggarkan aturan tersebut dengan maksud agar para pekerja eksodus dapat menjadi tambang devisa bagi negara.
"Kabinet menteri menyetujui keputusan untuk menurunkan usia minimum menjadi 21 tahun untuk semua negara mengingat kebutuhan untuk meningkatkan kesempatan kerja asing," kata juru bicara Bandula Gunawardana kepada wartawan.
Sri Lanka telah lama mengandalkan warga negaranya yang bekerja di luar negeri sebagai sumber pendapatan negara, dimana lebih dari 1,6 juta orang di negara Sri Lanka bekerja di luar negeri.
Dengan ini negara dapat meraup keuntungan sekitar 7 miliar dolar AS per tahunnya.
Namun setelah pandemi Covid-19 menyerang dunia, pendapatan eksodus Sri Lanka menurun drastis menjadi 5,4 miliar dolar AS di sepanjang tahun 2021, dan 3,5 miliar dolar AS pada tahun ini.
Baca juga: Pengamat Ekonomi: Kebangkrutan Sri Lanka Tak Berdampak ke Indonesia
Penurunan tersebutlah yang membuat pemerintah berniat untuk melakukan pelonggaran aturan.
Dengan adanya perubahan ini pemerintah berharap agar jumlah masyarakatnya yang bekerja di luar negeri dapat bertambah, dengan begitu negara bisa mengembalikan kerugian devisa hingga pemerintah dapat kembali mencukupi kebutuhan impor bahan pokok termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.