TRIBUNNEWS.COM - Ratusan warga di beberapa provinsi selatan dan timur China mengungsi akibat bencana banjir dan tanah longsor.
Bahkan dua provinsi meningkatkan peringatan banjir pada Selasa (21/6/2022) akibat hujan yang tak kunjung henti.
Sungai pun meluap dan tingkat air banjir mencapai level tertinggi dalam 50 tahun.
Dilansir BBC, video di media pemerintah menunjukkan mobil-mobil tersapu di jalan-jalan dan orang-orang diselamatkan dengan tali melintasi sungai yang meluap.
Baca juga: 29 Pesawat China Masuk Zona Pertahanannya, Taiwan Kerahkan Jet Tempur
Baca juga: WNA China di Cengkareng Tusuk Rekannya Pakai Pisau, Pelaku Tuding Korban Selingkuh dengan Istrinya
Daerah itu mengalami curah hujan tertinggi sejak 1961, kata pejabat cuaca.
Warga masyarakat yang tinggal di sepanjang tepi sungai dan di lingkungan dataran rendah telah didesak untuk pindah ke tempat yang lebih tinggi.
Dilansir The Guardian, pusat manufaktur Guangdong menangguhkan aktivitas sekolah, perusahaan, dan transportasi umum di tengah naiknya air dan ancaman tanah longsor.
Di provinsi tetangga Jiangxi, sebanyak 500.000 orang menyaksikan rumah mereka rusak akibat banjir.
Baca juga: China Selatan Dilanda Hujan Paling Deras dalam 60 Tahun, Setengah Juta Orang Terdampak Banjir
Baca juga: 59 Orang Tewas dalam Banjir di Bangladesh dan India, Jutaan Lainnya Terdampar
Peringatan hujan deras di gunung
Pihak berwenang China pada Minggu (20/6/2022) mengeluarkan peringatan terkait kemungkinan hujan deras di gunung.
Di Provinsi Zhejiang, kru penyelamat mengevakuasi penduduk yang terperangkap di dalam rumah menggunakan perahu karet.
Diwartakan BBC, Kota Shaoguan di Provinsi Guangdong menjadi salah satu wilayah yang terkena dampak terburuk.
Situasi ini mendorong para pejabat untuk meningkatkan peringatan banjir ke tingkat tertinggi ketika kota itu mencatat rekor curah hujan sejak akhir Mei.
Peringatan serupa diberlakukan untuk Kota Qingyuan di Guangdong.
Di lembah sungai Pearl yang rendah, hujan telah mengganggu aktivitas manufaktur dan pengiriman barang.
Xinhua melaporkan, daerah tersebut telah mengalami kerusakan ekonomi mencapai 470 juta yuan dengan 43.300 hektar tanaman hancur.
Pejabat setempat telah memperingatkan situasinya kemungkinan akan memburuk dalam beberapa hari mendatang.
Pusat Meteorologi Nasional China mengatakan curah hujan rata-rata di Provinsi Guangdong, Fujian, dan Guangxi antara awal Mei dan pertengahan Juni mencapai 621 milimeter - tertinggi sejak 1961.
Hujan pada musim panas mengakibatkan banjir di Cina selatan, tetapi ada kekhawatiran, adanya perubahan iklim memperburuk situasi.
Baca juga: Banjir di Bangladesh dan India, Puluhan Orang Dilaporkan Tewas
Baca juga: Banjir di Bangladesh dan India Tewaskan 59 Orang, Jutaan Lainnya Kehilangan Tempat Tinggal
Banjir selama musim panas
China mengalami banjir selama bulan-bulan musim panas, paling sering di daerah tengah dan selatan yang cenderung menerima curah hujan paling banyak.
Banjir tahun ini adalah yang terburuk dalam beberapa dekade di beberapa daerah di tengah aturan pemberlakuan peraturan pencegahan Covid-19.
Banjir terburuk di China dalam beberapa tahun terakhir terjadi pada 1998.
Saat itu, lebih dari 2.000 orang meninggal dan hampir 3 juta rumah hancur.
Sebagian besar terjadi di sepanjang Yangtze, sungai terbesar di China.
Pemerintah telah banyak berinvestasi dalam pengendalian banjir dan proyek pembangkit listrik tenaga air seperti Bendungan Tiga Ngarai yang besar di Yangtze.
Secara global, badai tropis yang lebih intens sedang meningkat sebagai akibat dari perubahan iklim.
Hal ini menyebabkan peningkatan banjir yang mengancam kehidupan, tanaman, dan air tanah.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)