TRIBUNNEWS.COM - Sri Lanka mengurangi usia minimum wanita untuk diizinkan bekerja di luar negeri atau menjadi pekerja migran, menjadi 21 tahun.
Kebijakan dilakukan di tengah kebangkrutan negara yang sangat membutuhkan aliran masuk mata uang asing.
Selama berbulan-bulan, Sri Lanka kekurangan mata uang asing untuk mengimpor kebutuhan dalam negeri.
Dilansir Arab News, negara Asia Selatan ini bulan lalu gagal bayar utang luar negeri senilai jutaan dolar AS.
Baca juga: Sri Lanka Bangkrut, Perdana Menteri Sebut Negara Tak Mampu Impor Minyak
Baca juga: Mengapa Sri Lanka Bangkrut? Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe Sebut Negaranya Telah Runtuh
Bahkan krisis ekonomi yang terjadi saat ini, dianggap yang terburuk sejak merdeka pada tahun 1948.
Terjadi kelangkaan bahan bakar, makanan, hingga obat-obatan di negara ini.
Inflasi sekarang berjalan di 40 persen.
Pengiriman uang dari pekerja migran Sri Lanka, telah lama menjadi sumber utama devisa negara.
Sumber arus masuk yang paling penting adalah Timur Tengah, rumah bagi lebih dari 1 juta warga negara Sri Lanka yang mana 66 persen adalah pekerja migran.
Namun, untuk bekerja di Timur Tengah, perempuan sebelumnya diharuskan berusia minimal 23 tahun.
Batas usia telah diturunkan menjadi 21 tahun, berdasarkan rekomendasi yang dibuat oleh Kementerian Tenaga Kerja Luar Negeri.
Menteri Media Massa, Bandula Gunawardena, mengatakan kepada wartawan bahwa aturan telah dilonggarkan untuk "mendapatkan lebih banyak kesempatan kerja dan menghasilkan lebih banyak dolar untuk negara."
Awal bulan ini, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan bahwa Sri Lanka akan membutuhkan $5 miliar selama enam bulan ke depan untuk mengatasi gejolak ekonomi.
Pengiriman uang dari Sri Lanka biasanya menghasilkan sekitar $7 miliar setahun, sebelum dilanda pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
Selama pandemi, menurun menjadi $5 miliar pada tahun 2021.
Dengan krisis yang makin dalam, diperkirakan tidak lebih dari $3 miliar tahun ini.
Keputusan yang dapat memperluas jangkauan tenaga kerja migran wanita ini disambut baik para agen tenaga kerja.
"Sebagian besar sponsor yang mempekerjakan pembantu rumah tangga lebih memilih untuk memiliki pembantu muda berusia antara 21 dan 25 tahun karena mereka energik dan hasil kerja mereka jauh lebih banyak daripada wanita tua," kata Saheed Mohamed Jaufer, direktur pelaksana New Kingdom Manpower di Kolombo.
Fawaza Thaha, presiden Asosiasi Wanita Muda Muslim, menilai para wanita muda bisa putus sekolah dengan adanya kebijakan ini.
"Hasilnya adalah gadis-gadis muda meninggalkan studi mereka demi padang rumput yang lebih hijau, yang bukan pertanda sehat bagi negara-negara berkembang seperti Sri Lanka," katanya kepada Arab News.
Ekonomi Ambruk
Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe menyatakan bahwa perekonomian negara "benar-benar runtuh".
Bahkan menurutnya, negara sudah tidak mampu membayar impor minyak.
Bicara di hadapan parlemen, PM Wickremesinghe mengatakan Sri Lanka menghadapi "situasi yang jauh lebih serius" daripada kekurangannya saja, dan dia memperingatkan "kemungkinan jatuh ke titik terendah."
"Ekonomi kita benar-benar ambruk," katanya, Rabu (22/6/2022).
Baca juga: Bangkrutnya Sri Lanka Jadi Alarm Pemerintah Indonesia, Ekonom Singgung soal Utang Luar Negeri RI
Baca juga: Sri Lanka Bangkrut, Cerita Warga Kelas Menengah Dulu Bisa Nongkrong di Mall, Kini Makan pun Susah
Wickremesinghe mengatakan bahwa BUMN di bidang migas Ceylon Petroleum Corporation memiliki utang $700 juta.
Alhasil, negara tidak bisa mengimpor bahan bakar karena hutang besar tersebut.
"Akibatnya, tidak ada negara atau organisasi di dunia yang bersedia menyediakan bahan bakar kepada kita. Mereka bahkan enggan menyediakan bahan bakar untuk uang tunai," kata perdana menteri.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)