TRIBUNNEWS.COM - Perusahaan migas Rusia, Gazprom, mengatakan tidak bisa menjamin pasokan gas alam kepada pelanggan Eropa karena keadaan "luar biasa".
Hal ini disampaikan Gazprom Rusia dalam sebuah surat yang dilihat Reuters.
Dalam surat tertanggal 14 Juli itu, Gazprom mengatakan pihaknya menyatakan force majeure (keadaan kahar) pada pasokan mulai 14 Juni.
Kabar ini muncul ketika Nord Stream 1, pipa utama yang mengirimkan gas Rusia ke Jerman dan sekitarnya, tengah menjalani pemeliharaan tahunan selama 10 hari.
Pemeliharaan ini dijadwalkan akan berakhir pada Kamis (21/7/2022) mendatang.
Surat ini menambah kekhawatiran di Eropa bahwa Moskow mungkin tidak akan membuka kembali keran gasnya usai pemeliharaan berakhir.
Baca juga: Krisis Energi di Eropa, Gazprom Tak Menjamin Pipa Gas Bakalan Normal
Baca juga: Menlu Rusia Sergey Lavrov Sebut Prancis dan Jerman “Bunuh” Perjanjian Minsk 2014
Hal ini mungkin dilakukan Rusia sebagai balasan atas sanksi yang dikenakan Barat atas invasi ke Ukraina.
Krisis energi di kawasan Eropa, terutama yang bergantung pada gas Rusia, berisiko menyebabkan resesi.
Dikenal sebagai klausa "tindakan Tuhan", force majeure adalah standar dalam kontrak bisnis dan mendefinisikan keadaan ekstrem yang membebaskan pihak dari kewajiban hukum mereka.
Deklarasi tersebut tidak berarti bahwa Gazprom akan menghentikan pengiriman, melainkan tidak bertanggung jawab jika gagal memenuhi persyaratan kontrak.
Sementara ini, pihak Gazprom (GAZP.MM) belum menanggapi permintaan komentar.
Pasokan gas Rusia di rute-rute utama telah menurun selama beberapa bulan, termasuk yang melalui Ukraina dan Belarusia serta melalui pipa Nord Stream 1 di bawah Laut Baltik.
Seorang sumber perdagangan, mengatakan dengan syarat anonim bahwa force majeure menyangkut pasokan melalui Nord Stream 1.
"Ini terdengar seperti petunjuk pertama bahwa pasokan gas melalui NS1 mungkin tidak akan dilanjutkan setelah pemeliharaan 10 hari berakhir," kata Hans van Cleef, ekonom energi senior di ABN Amro.