Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO – Presiden sementara Sri Lanka Ranil Wickremesinghe telah mengumumkan keadaan darurat, beberapa hari sebelum anggota parlemen bertemu untuk memilih presiden baru.
Pengumuman resmi pada Minggu (17/7/2022) malam menyatakan keadaan darurat diberlakukan demi kepentingan keamanan publik, perlindungan ketertiban umum dan pemeliharaan pasokan serta layanan yang penting bagi kehidupan masyarakat.
Sebelumnya, Wickremesinghe dilantik sebagai presiden sementara Sri Lanka menyusul pengunduran diri Gotabaya Rajapaksa pada Kamis (14/7/2022).
Baca juga: Ketua Parlemen Sri Lanka Beberkan Proses Konstitusional untuk Menunjuk Presiden Baru
Dilansir dari VoA News, Selasa (19/7/2022) keadaan darurat nasional juga diberlakukan pekan lalu setelah demonstran menyerbu kantor perdana menteri.
"Keadaan darurat harus diumumkan ketika negara menghadapi ancaman nyata. Seperti saat ini, terdapat ketidakpastian politik, saya tidak melihat alasan darurat," kata Bhavani Fonseka, peneliti senior di Center for Policy Alternatives di Kolombo.
Sementara itu, Wickremesinghe mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk paket bailout hampir selesai. Pemerintah telah berusaha untuk mengamankan paket penyelamatan untuk Sri Lanka di tengah krisis ekonomi yang semakin dalam.
Seorang analis politik mengatakan, pemulihan stabilitas di pemerintahan bisa menjadi penting untuk memenangkan dukungan IMF untuk bailout.
Baca juga: Ekonomi Ambruk, Gotabaya Rajapaksa Kabur, Parlemen Sri Lanka Buka Lowongan Jabatan Presiden
Di sisi lain, keamanan telah ditingkatkan di ibu kota Sri Lanka menjelang pemilihan presiden yang dijadwalkan berlangsung Rabu (20/7) setelah pencalonan dilakukan di parlemen.
Wickremesinghe diperkirakan menjadi salah satu pesaing utama, karena partai yang berkuasa sebagai kelompok terbesar di parlemen, telah mengatakan akan mendukungnya, meskipun beberapa anggota partai menentang pilihan tersebut.
Namun, protes massa yang mengguncang negara itu juga menuntut pengunduran dirinya dan banyak demonstran berencana melanjutkan aksi unjuk rasa apabila dia menang dalam pemilihan presiden.
"Wickremesinghe mengambil alih sebagai perdana menteri dua bulan lalu dengan mengatakan bahwa dia akan menstabilkan negara, tetapi hal semacam itu tidak terjadi," kata Vraie Balthazaar, yang mewakili kelompok pemuda yang terlibat dalam protes.
Secara terpisah, Sajith Premadasa, pemimpin partai oposisi utama, telah menyatakan bahwa dia juga akan mengikuti pemilihan presiden, tetapi partainya hanya memiliki 54 kursi di parlemen yang beranggotakan 225 orang.
"Meski perjuangannya berat, saya yakin kebenaran akan menang," katanya dalam sebuah pernyataan pekan lalu.