Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, TAIPE - Pemotongan aliran gas alam Rusia ke Eropa dikhawatirkan akan semakin mengganggu stabilitas keamanan energi Asia dan mendorong negara-negara di kawasan itu beralih dari gas alam cair (LNG) ke sumber energi lainnya.
Raksasa energi Rusia Gazprom memotong pasokan gas ke Eropa yang melalui pipa Nord Stream 1 pada Rabu (27//7/2022), menjadi 20 persen dari kapasitasnya.
Sementara Gazprom mengatakan pemeliharaan turbin menjadi alasannya untuk memotong pasokan gas ke Eropa.
Baca juga: Inflasi Jerman Naik Secara Tak Terduga Akibat Pengurangan Pasokan Gas Rusia
Pejabat Uni Eropa (UE) menyebut adanya ketegangan antara UE dan Kremlin atas perang di Ukraina, menjadi latar belakang pemotongan gas Rusia.
LNG berjangka Eropa melonjak sebanyak 10 persen menyusul berita pemotongan pasokan ini, sementara harga spot di Asia Utara melonjak ke level tertinggi sejak bulan Maret.
Pemangkasan pasokan gas Rusia ke Eropa membuat perusahaan energi di Korea Selatan dan Jepang cemas, karena dapat menimbulkan persaingan untuk mendapatkan pasokan LNG, di saat Eropa mencoba menimbun lebih banyak gas untuk persediaan di musim dingin mendatang.
“Dampak langsung dari pemotongan Nord Stream akan meningkatkan persaingan untuk kargo LNG yang sangat terbatas,” ujar seorang analis gas di Rystad Energy, Kaushal Ramesh yang dikutip dari Al Jazeera.
Ramesh berharap konsumen gas Asia terutama Jepang dan Taiwan dapat bersaing dengan Eropa dalam mengumpulkan persediaan gas.
“Kami berharap pembeli Asia yang mampu membelinya – terutama Jepang dan Taiwan – dapat bersaing dengan Eropa. Transaksi fisik di Asia sudah mencapai $47/MMBtu (Metric Million British thermal unit) namun kita belum mendekati musim dingin,” tambahnya.
Baca juga: Pejabat AS Khawatir Krisis Gas Rusia akan Rusak Persatuan Uni Eropa Melawan Moskow
Meskipun di masa lalu harga gas di tiap kawasan berbeda-beda, namun saat ini harga gas di Asia mengikuti harga gas di Eropa.
Sementara Amerika Serikat (AS) menikmati diskon yang signifikan sebagai produsen komoditas terbesar di dunia dan diperkirakan akan terus memimpin di masa depan.
“Sekarang Eropa – yang hingga tahun 2020 merupakan pasar 'backstop' untuk kargo yang tidak diinginkan orang lain – mengalami defisit yang dalam dengan langkah perubahan permintaan LNG, sehingga mereka bersaing dengan Asia, yang memperkuat hubungan itu. Selama Eropa defisit, peristiwa di sana akan terus mengatur harga LNG Asia,” kata Ramesh.
Efek dari melonjaknya harga gas tidak dirasakan secara merata di seluruh wilayah Asia.
Negara-negara berpenghasilan besar seperti Jepang dan Korea Selatan diperkirakan mampu bertahan menghadapi lonjakan harga energi, sementara negara-negara berkembang khususnya di Asia Selatan, harus tertatih-tatih untuk mendapatkan pasokan LNG yang cukup.