TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah militer atau Junta Myanmar menuduh jurnalis Jepang Toru Kubota memprovokasi perbedaan pendapat di negara itu, Kamis (4/8/2022).
Kubota didakwa melanggar undang-undang memprovokasi perbedaan pendapat dan imigrasi.
Kubota yang ditahan saat meliput aksi protes di Yangon pekan lalu telah didakwa berdasarkan pasal 505 (a) dan di bawah undang-undang imigrasi 13-1, kata Junta dalam sebuah pernyataan.
505 (a) adalah undang-undang yang mengkriminalisasi memprovokasi perbedaan pendapat terhadap militer dengan ancaman hukuman penjara maksimum tiga tahun.
Aturan itu telah banyak digunakan dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat di Myanmar.
Sementara itu, pelanggar undang-undang imigrasi 13-1 dapat terancam hukuman maksimal lima tahun penjara.
Baca juga: Para Menlu ASEAN Sepakat Keluarkan Pernyataan Bersama Terkait Myanmar
Kubota, 26, ditahan di dekat rapat umum anti-pemerintah di Yangon bersama dengan dua warga negara Myanmar.
Setelah dakwaan diajukan, dia dipindahkan dari tahanan polisi ke penjara Insein Yangon, kata seorang sumber keamanan.
"Dia dalam keadaan sehat dan pejabat kedutaan telah mengunjunginya di kantor polisi tempat dia ditahan," kata seorang sumber keamanan sebagaimana dikutip Channel News Asia.
Menurut profil di FilmFreeway, ia sebelumnya telah membuat film dokumenter tentang minoritas Muslim Rohingya Myanmar, pengungsi dan masalah etnis di Myanmar.
Ia merupakan jurnalis asing kelima yang ditahan di Myanmar.
Sebelumnya jurnalis yang telah ditahan Junta yaitu warga negara Amerika Serikat Nathan Maung dan Danny Fenster, Robert Bociaga dari Polandia dan Yuki Kitazumi dari Jepang.
Keempat jurnalis itu akhirnya dibebaskan dan dideportasi.
Fenster, yang ditahan pada Mei tahun lalu ketika ia berusaha meninggalkan negara itu, menghadapi persidangan tertutup di Insein atas tuduhan asosiasi yang melanggar hukum, hasutan terhadap militer dan melanggar aturan visa.