TRIBUNNEWS.COM - Pendukung ulama Syiah terkemuka dari Irak, Moqtada al Sadr telah mundur dari Zona Hijau di Baghdad.
Sebelumnya, aksi kekerasan mematikan meletus sehari setelah al Sadr mengumumkan pengunduran dirinya dari politik.
Dikutip Al Jazeera, ketegangan mereda setelah al Sadr meminta para pendukungnya untuk mundur dan menuntut diakhirinya pertempuran antara pasukan Syiah yang bentrok dengan tentara.
Akibatnya, 30 orang dilaporkan tewas dan ratusan lainnya mengalami luka-luka.
"Saya meminta maaf kepada rakyat Irak, satu-satunya yang terkena dampak peristiwa itu," kata al Sadr kepada wartawan dari markasnya di kota Najaf, Irak tengah.
Setelah pidatonya disiarkan langsung di televisi, para pendukungnya mulai membongkar perkemahan dan membersihkan Zona Hijau.
Baca juga: Mundurnya Ulama Terkemuka Irak dari Politik Picu Aksi Kekerasan Mematikan di Baghdad
Terlihat pula para pekerja kota mulai membersihkan selongsong peluru dan selongsong peluru yang tersisa setelah kerusuhan.
Tak lama setelah itu, tentara mencabut jam malam nasional yang diberlakukan sejak kekerasan meletus pada Senin (29/8/2022).
Langkah ini meningkatkan harapan bahwa mungkin ada penghentian kekerasan paling mematikan dalam beberapa tahun.
Pemilihan umum akan dimajukan
Kekerasan terbaru juga mendorong Presiden Irak Barham Saleh untuk mendorong "pemilihan umum baru yang lebih awal sesuai dengan konsensus nasional".
Saleh mengatakan mereka dapat memberikan "jalan keluar dari krisis yang menyesakkan".
Kadhimi siap mundur
Kemudian pada hari Selasa, Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi mengatakan dia akan "mengosongkan jabatannya" jika situasi politik yang rumit di negara itu berlanjut.
Baca juga: Konflik bersenjata politik Irak tewaskan 23 orang di Baghdad, KBRI siapkan rencana evakuasi