TRIBUNNEWS.COM - Kasus pembunuhan yang menjerat mantan Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo menyita perhatian internasional.
Sejumlah media asing pun turut memberitakan kasus pembunuhan ajudan Irjen Ferdy Sambo, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Diketahui, Brigadir J ditemukan tewas di rumah dinas Ferdy Sambo di Jakarta pada Sabtu, 8 Juli 2022.
Al Jazeera menyoroti kasus kematian polisi berusia 27 tahun itu yang ditembak beberapa kali.
Awalnya, Ferdy Sambo mengaku tengah menjalani tes PCR untuk Covid-19 ketika penembakan berlangsung.
Selang beberapa waktu, muncul informasi tentang isu perselingkuhan, bisnis haram, dan praktik judi online.
Baca juga: Skenario Ferdy Sambo dalam Kasus Brigadir J, Edit CCTV hingga Seret Sejumlah Perwira Polisi
Singkatnya, pada 9 Agustus 2022, Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Selang 10 hari kemudian, Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo juga ikut ditetapkan sebagai tersangka karena melakukan pembunuhan berencana dan membantu menutupi kasus kematian Brigadir J.
Jika terbukti bersalah, Ferdy Sambo dapat menghadapi hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Keprihatian Serius
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid mengatakan kepada Al Jazeera, kasus tersebut menimbulkan keprihatinan serius.
"Ini adalah pembunuhan yang melanggar hukum dan di luar proses hukum yang dimanipulasi oleh polisi."
"Jika mereka bisa melakukannya pada seorang polisi, bagaimana dengan warga biasa yang dibunuh oleh polisi?" katanya.
“Penyelidikan pembunuhan Joshua (Brigadir J) berlarut-larut dan penuh kejanggalan karena lemahnya pengawasan demokrasi dari polisi," tambah Usman Hamid.
Baca juga: Pihak Brigadir J Pertanyakan Alasan Komnas HAM Ungkit Lagi Isu Pelecehan: Kok Getol Banget Belain PC