TRIBUNNEWS.COM - Kebocoran dua pipa gas Rusia ke Eropa yang pertama kali dilaporkan pada Senin (26/9/2022) lalu, memicu penyelidikan dari sejumlah negara Eropa.
Jerman, Denmark, dan Swedia menduga kebocoran pipa gas Rusia di Laut Baltik ini merupakan sebuah serangan.
Namun hingga kini belum jelas apa penyebab kebocoran jaringan pipa Nord Stream yang dibangun Rusia dan mitra Eropa senilai miliaran dolar itu.
Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck mengatakan kepada para pemimpin bisnis bahwa kebocoran itu karena serangan yang ditargetkan pada infrastruktur, lapor Reuters.
Ia yakin kejadian tersebut bukan disebabkan fenomena alam, atau suatu peristiwa atau kelelahan material.
Senada dengan Jerman, Perdana Menteri Swedia dan Denmark mengatakan kebocoran jelas disebabkan oleh tindakan yang disengaja hingga diduga disabotase.
Baca juga: Rusia Klaim Menang dalam Referendum Ukraina, Zelensky: Tidak Ada yang Perlu Dibicarakan
Sementara itu, Perdana Menteri Polandia menuduh ada pihak yang menyabotase, tanpa mengutip bukti.
Rusia, yang memangkas pengiriman gas ke Eropa setelah Barat memberlakukan sanksi atas invasi ke Ukraina, juga menduga adanya sabotase.
Pihaknya juga memperingatkan bahwa kebocoran pipa gas mengancam keamanan energi di Eropa.
Seorang pejabat senior Ukraina menyebut insiden itu merupakan ulah Rusia untuk mengacaukan Eropa, namun tak memberikan bukti.
"Kami melihat dengan jelas bahwa itu adalah tindakan sabotase, terkait dengan langkah selanjutnya dari eskalasi situasi di Ukraina," kata Perdana Menteri Polandia, Mateusz Morawiecki pada pembukaan pipa baru antara Norwegia dan Polandia.
Perdana Menteri Swedia, Magdalena Andersson, mengatakan pada konferensi pers bahwa dua ledakan telah terdeteksi sehubungan dengan kebocoran.
Seismolog di Denmark dan Swedia mengaku telah mencatat dua ledakan kuat pada hari Senin di sekitar titik kebocoran.
"Sinyal tidak menyerupai sinyal dari gempa bumi. Mereka menyerupai sinyal yang biasanya direkam dari ledakan," kata Survei Geologi Denmark dan Greenland (GEUS).