Kantor berita yang dijalankan oleh administrasi pro-Kremlin di Donetsk dan Luhansk melaporkan bahwa hingga 99,23 persen orang memilih untuk bergabung dengan Rusia.
Angka ini disebut tidak biasa dalam sebuah pemungutan suara.
Baca juga: Pejabat Rusia: Putin Mengatakan pada Erdogan Bahwa Moskow Selalu Siap Berunding dengan Ukraina
Lebih Banyak Sanksi
Dikutip dari BBC, Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba meminta Uni Eropa untuk menjatuhkan sanksi lebih keras kepada Rusia.
"Kami membutuhkan respons yang sangat serius dan efektif dengan hal-hal spesifik yang akan memukul ekonomi Rusia."
"Semakin lembut reaksi terhadap apa yang disebut referendum, semakin besar motivasi Rusia untuk meningkatkan dan mencaplok wilayah lebih lanjut," ujar Kuleba.
Inggris menanggapi apa yang disebut referendum dengan sanksi baru yang menargetkan pejabat tinggi Rusia yang terlibat dalam menegakkan pemungutan suara.
Baca juga: UPDATE Perang Rusia-Ukraina: Putin akan Umumkan Aksesi 4 Wilayah Pendudukan di Pidato Parlemen
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken menegaskan kembali bahwa Barat tidak akan pernah mengakui aneksasi Rusia.
Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna, yang pada Selasa mengunjungi Ukraina, menggambarkan pemungutan suara itu sebagai "penyamaran".
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin mengatakan "kedaulatan dan integritas teritorial semua negara harus dihormati", ketika menjawab pertanyaan wartawan tentang apa yang disebut referendum.
Presiden Putin membela referendum, dengan mengatakan mereka dirancang untuk menghentikan penganiayaan etnis Rusia dan penutur bahasa Rusia oleh Ukraina.
"Menyelamatkan orang-orang di semua wilayah di mana referendum ini diadakan adalah di atas pikiran kita dan fokus perhatian seluruh masyarakat dan negara kita," kata Putin dalam sambutan yang disiarkan televisi.
(Tribunnews.com/Whiesa)