TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan mengevaluasi kembali hubungan Washington dengan Arab Saudi.
Langkah tersebut diambil sebagai tanggapan atas keputusan kelompok kartel minyak OPEC+, termasuk Riyadh memangkas produksi minyak.
Dilansir Al Jazeera, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan Gedung Putin sedang meninjau hubungannya dengan Arab Saudi melalui konsultasi dengan anggota parlemen di Washington serta sekutu di luar negari.
“Kami sedang meninjau di mana kami berada; kami akan mengawasi dengan sangat cermat, berbicara dengan mitra dan pemangku kepentingan,” kata Price kepada wartawan.
Price menambahkan Biden sempat menyinggung soal mengkalibrasi ulang hubungan dengan Arab Saudi demi masyarakat Amerika.
"Prinsip kami adalah memastikan memiliki hubungan dan melayani kepentingan kami," terang Price.
Baca juga: Pemangkasan Produksi Minyak OPEC+ Menandai Keretakan Hubungan antara Amerika Serikat dan Arab Saudi
"Ini bukan hubungan bilateral yang selalu untuk kepentingan kami," jelasnya.
Pekan lalu, OPEC+, yang menyatukan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen lain - yaitu Rusia - mengumumkan pembatasan.
Hal ini dinilai sebagai sebuah langkah yang kemungkinan akan mendorong harga bensin untuk konsumen AS menjelang pemilihan paruh waktu yang penting.
Pendapat kritikus OPEC
Kritikus OPEC berpendapat bahwa pembatasan produksi menaikkan harga minyak secara global, justru menghasilkan lebih banyak pendapatan bagi Rusia.
Dengan demikian, Moskow akan terus memiliki dana untuk melanjutkan perangnya di Ukraina, meskipun ada sanksi Barat.
Pada hari Selasa, Price menuduh OPEC mendukung perang di Ukraina "melawan kepentingan rakyat Amerika".
Baca juga: OPEC Plus Pangkas Lagi Produksi Minyak 2 Juta Barel Per Hari, Harga Minyak Langsung Meroket
Arab Saudi telah menekankan bahwa keputusan 5 Oktober untuk mengurangi produksi sebesar dua juta barel per hari ditujukan untuk menstabilkan pasar minyak.
Riyadh menegaskan keputusan tersebut bukan untuk menaikkan harga di tengah melonjaknya suku bunga oleh bank sentral dan prospek resesi global.
Beberapa pendukung Arab Saudi juga berpendapat bahwa hubungan keamanan antara Washington dan Riyadh saling menguntungkan.
Pukulan ganda bagi Biden
Diwartakan The Guardian, keputusan kartel minyak OPEC+ pun dianggap sebagai pukulan ganda bagi Biden.
Ini merusak upayanya untuk memotong pendapatan Rusia dengan menurunkan harga minyak.
Kebijakan baru ini juga mengancam lonjakan harga minyak dan harga bensin domestik beberapa minggu sebelum pemilihan kongres.
Dilansir The New York Times, Biden mengisyaratkan keterbukaan terhadap tindakan pembalasan, termasuk penghentian penjualan senjata dan memungkinkan tuntutan hukum penetapan harga.
Baca juga: AS Kecam Keputusan OPEC+ Pangkas Produksi Minyak
Penjualan senjata AS ke Saudi
Pada Senin (10/10/2022), Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, Bob Menendez, menyerukan pembekuan penjualan senjata ke Arab Saudi.
“Saya tidak akan memberi lampu hijau kerja sama dengan Riyadh sampai Kerajaan menilai kembali posisinya sehubungan dengan perang di Ukraina. Cukup sudah," katanya dalam sebuah pernyataan.
Secara terpisah, Senator Demokrat Richard Blumenthal pada Selasa (11/10/2022) mengumumkan RUU untuk menghentikan penjualan senjata AS ke kerajaan selama satu tahun atas pemotongan minyak.
Ketegangan antara Arab Saudi dan AS terjadi tiga bulan setelah Biden mengunjungi Arab Saudi dan bertemu dengan para pemimpin puncaknya, termasuk Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
Pekan lalu, Gedung Putih mengatakan kecewa dengan pemotongan minyak.
Pihak berwenang menambahkan bahwa Biden akan "berkonsultasi dengan Kongres tentang alat dan otoritas tambahan untuk mengurangi kontrol OPEC atas harga energi".
Berita lain terkait OPEC+, Joe Biden, Arab Saudi
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)