News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kembalinya Pembangkit Menara Tenaga Surya?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kembalinya Pembangkit Menara Tenaga Surya?

Menara setinggi 195 meter yang menjulang di atas gurun pasir Nevada di Las Vegas sedianya menjadi tonggak transformasi energi terbarukan di Amerika Serikat (AS). Ia merupakan bagian dari proyek pembangkit surya senilai USD1 miliar yang rampung pada 2015 silam, dengan niat mengaliri listrik untuk 75.000 rumah.

Proyek Crescent Dunes juga dinilai bersejarah karena menandakan terobosan bagi teknologi pembangkit menara tenaga surya, CSP.

Namun, kenyataan tidak sesuai harapan. Crescent Dunes gagal menghasilkan listrik sebanyak yang dijanjikan, dan mengalami kegagalan teknis berulang kali serta pemadaman listrik yang berkepanjangan, sebelum akhirnya ditutup pada tahun 2019.

Bukannya membuka jalan bagi ekspansi pembangkit CSP, proyek hijau di Las Vegas itu malah merusak citra teknologi yang baru berusia seumur jagung terebut.

Saat ini hanya ada sekitar 7 GW pembangkit listrik CSP di seluruh dunia, terutama di Spanyol atau lokasi lama di AS, dan beberapa di tempat lain seperti Cile, Maroko, dan Uni Emirat Arab. Sebagai perbandingan, kapasitas pembangkit fotovoltaik yang terpasang di seluruh dunia kini sudah melebihi 2.000 GW.

Bagaimana cara kerja CSP?

Terlepas dari kegagalan proyek CSP di AS, Cina saat ini sudah membangun setidaknya 30 pembangkit menara tenaga surya. Salah satu alasannya adalah bahwa CSP memiliki satu karakter istimewa yang membedakannya dengan panel surya pada umumnya.

Jenis panel surya biasa menggunakan efek fotovoltaik untuk menghasilkan listrik. Artinya, ketika sinar matahari mengenai permukaan panel, foton yang terkandung di dalamnya melepaskan elektron yang mulai bergerak dan menciptakan arus.

Sebaliknya, pembangkit CSP memanfaatkan panas matahari, atau yang disebut heliostat. CSP sebabnya menggunakan lempengan cermin untuk memantulkan dan memfokuskan sinar matahari ke satu titik tertentu. Panas yang terkumpul kemudian digunakan untuk menghasilkan uap, yang kemudian memutar turbin listrik.

"Turbin yang digunakan adalah jenis yang sama dengan yang kita miliki di pembangkit listrik fosil biasa, tetapi tanpa membakar bahan bakar fosilnya," kata Xavier Lara, seorang insinyur mekanik yang telah mengerjakan banyak proyek CSP di seluruh dunia, kepada DW.

Salah satu desain CSP yang paling ikonik adalah menara tenaga surya, seperti pada proyek Crescent Dunes.

Cermin memantulkan sinar matahari ke penampang di puncak menara. Suhu setinggi hingga 400 derajat Celsius itu memanaskan garam cair yang kemudian dipompa ke dalam turbin untuk menciptakan uap penggerak. Setelah mendingin, garam kembali dipompa ke puncak menaran untuk dipanaskan.

Mengapa CSP kalah dalam persaingan teknologi?

Penyebabnya adalah karena "teknologi semikonduktor dan fotovoltaik menjadi sangat murah," kata Jenny Chase, analis surya di perusahaan riset energi BloombergNEF, kepada DW.

Tahun 2011 menandai tahun pertama di mana harga panel fotovoltaik lebih murah daripada CSP. Tren ini diyakini akan terus berlanjut. Sejak tahun 2010, harga tenaga surya PV telah turun sekitar 90% secara keseluruhan dan kurang dari setengah harga CSP.

Salah satu alasannya adalah panel surya bersifat fleksibel dan mudah dipasang, sedangkan pembangkit CSP merupakan proyek raksasa dengan tingkat kerumitan tinggi. Selain itu, panel surya fotovoltaik jauh lebih mudah dirawat.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini