TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah militer atau junta Myanmar memberikan peringatan kepada Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Channel News Asia melaporkan.
Peringatan itu terkait rencana perdamaian yang diupayakan blok regional yang bekerja untuk meredakan krisis politik di Myanmar.
ASEAN telah menetapkan kerangka waktu untuk rencana perdamaian negara itu.
Namun, junta menilai kerangka waktu justru akan menciptakan implikasi negatif daripada positif.
"Memasukkan tekanan tambahan dengan menetapkan jangka waktu akan menciptakan lebih banyak implikasi negatif daripada yang positif," kata Kementerian Luar Negeri yang ditunjuk junta dalam sebuah pernyataan Kamis (27/10/2022) malam.
Para menteri luar negeri ASEAN bertemu di Jakarta pada Kamis (27/10/2022) untuk membahas krisis di Myanmar.
Baca juga: Menlu RI: Pendekatan kepada Junta Militer Myanmar Tidak Berkaitan dengan Pengakuan
Junta tidak ikut dalam pertemuan tersebut setelah menolak undangan untuk mengirim tokoh non-politik.
Tahun lalu, sebuah rencana perdamaian telah disepakati oleh ASEAN dan Myanmar, di mana sebagian besar kesepakatan itu telah diabaikan junta.
Lebih lanjut, Kementerian Luar Negeri yang ditunjuk junta menuduh ASEAN melakukan diskriminasi.
Sebab, ASEAN tidak mengundang menteri luar negeri yang ditunjuk junta ke pertemuan di Jakarta.
ASEAN mengatakan sangat prihatin atas meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia, termasuk eksekusi empat tahanan pada bulan Juli.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta pada Februari tahun lalu, dengan lebih dari 2.300 orang tewas dalam tindakan brutal militer terhadap perbedaan pendapat.
Sementara itu, Pemimpin Junta Min Aung Hlaing belum diundang ke pertemuan puncak para pemimpin ASEAN bulan depan, dan diplomat top Myanmar Wunna Maung Lwin dikeluarkan dari pembicaraan tingkat menteri pada Februari dan Agustus.
Kebijakan ASEAN tentang "keterlibatan konstruktif tidak lagi di atas meja", sebuah surat kabar yang dikendalikan junta mengatakan awal bulan ini.