Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Radityo Dharmaputra, dosen di Departemen Hubungan Internasional, Universitas Airlangga berharap pemerintah Indonesia aktif menggalang solidaritas negara-negara non-Barat, untuk meminta Rusia menghentikan serangan ke Ukraina.
Negara-negara non-Barat yang dimaksud Radityo antara lain Afrika Selatan, Arab Saudi, Argentina, Brasil, India, Meksiko, Korea Selatan, Tiongkok, dan Turki.
KTT G20 yang digelar di Bali 15-16 November mendatang, bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk menggalang solidaritas tersebut.
“Setelah kelompok penekan fokus mendorong Rusia mengambil tindakan damai, baru sesudah itu Indonesia dan negara-negara tersebut bisa mengadakan forum perdamaian sebagai bagian dari negosiasi,” tutur mahasiswa Doktoral di Universitas Tartu, Estonia tersebut.
Tanpa itu, lanjutnya, maka semua upaya dan kesepakatan yang tercapai hanya akan jadi bagian seremonial belaka, karena tidak menyasar penyebab utama dari krisis ekonomi dan pangan dunia saat ini, yaitu perang Rusia di Ukraina.
Baca juga: Jelang KTT G20, Presiden Resmikan Revitalisasi Gedung VVIP Bandara Ngurah Rai Bali
Menurut Radityo, kegagalan mendorong upaya perdamaian agar kondisi ekonomi dunia segera pulih, akan membuat relevansi G20 dipertanyakan.
Apalagi, kalau sampai tidak ada kesepakatan penting atau komunike yang dihasilkan maka akan menimbulkan pertanyaan untuk apa dibentuk G20.
Dia mencontohkan sebelum perhelatan puncak G20 yang berakhir tanpa kesepakatan bersama atau komunike bahkan deadlock sangat mungkin terjadi. Salah satu diantaranya adalah soal perdagangan karbon yang sampai saat ini belum mencapai titik kesepakatan.
Begitu juga pertemuan menteri keuangan dan bank sentral yaitu The 4th Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting atau FMCBG G20, di Washington D.C., Amerika Serikat pada awal Oktober lalu harus berakhir tanpa kesepakatan bersama atau komunike akibat perang Rusia vs Ukraina.
“Sudah saatnya Indonesia benar-benar berperan sebagai “salah satu pemimpin G20 dan dunia”, bukan cuma sebagai tuan rumah yang menyelenggarakan acara. Dan sudah saatnya Indonesia menunjukkan bahwa negara ini bisa memikirkan persoalan dunia, bukan saja persoalan pragmatis kepentingan ekonomi Indonesia,” tegasnya.
Indonesia diketahui menjadi tuan rumah presidensi G20 pada 2022.
Tema KTT G20 tahun ini adalah Recover Together Recover Stronger dengan mengusung tiga fokus utama, yakni Global Health Architecture, Sustainable Energy Transition, dan Digital Transformation.
G20 adalah forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU).
G20 merepresentasikan lebih dari 60 persen populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% produk domestik bruto (PDB) dunia.
Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
Baca juga: Momen G20 Diharapkan Sejalan dengan Agenda Indonesia Emas 2045
Mantan Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Ukraina, Yuddy Chrisnandi dalam cuitannya di platform media sosial Twitter mengatakan tidak ada agenda KTT G20 yang lebih penting selain : Hentikan perang Rusia di Ukraina.
“Sebagai ketua penyelenggara KTT, Indonesia masih punya waktu untuk terus menyuarakan Perdamaian. Keberhasilan G20 di Bali sangat ditentukan oleh adanya Komunike bersama untuk menghentikan perang,” tutur.
Dubes yang bertugas di Kiev selama 4,5 tahun tersebut mengingatkan pasca kunjungan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) ke Ukraina pada 30 Juni lalu, bantuan kongkrit apa yang sudah diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada Ukraina.
“Invasi perang Rusia di wilayah kedaulatan Ukraina telah memasuki bulan ke-9. Indonesia tidak seharusnya diam. Berbuatlah demi kemanusiaan,” tegasnya.