News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tragedi Pesta Halloween di Korsel

Korban Selamat Tragedi Itaewon Desak Pemerintah Korsel Akui Kesalahan, Bukan Cuma Minta Maaf

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polisi berjalan di antara barang-barang pribadi yang diambil dari tempat kejadian lonjakan massa Halloween yang mematikan yang menewaskan lebih dari 150 orang di distrik Itaewon setelah mereka dipajang di gimnasium untuk dikumpulkan oleh kerabat korban, di Seoul pada 1 November 2022. - Setidaknya 156 sebagian besar anak muda tewas, dan lebih banyak lagi yang terluka, dalam gelombang kerumunan yang mematikan akhir 29 Oktober di pesta Halloween pasca-pandemi pertama di distrik kehidupan malam Itaewon yang populer di Seoul. (Photo by Anthony WALLACE / AFP)

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Warga Negara Australia, Nathan Taverniti kehilangan dua temannya karena tragedi lonjakan kerumunan massa mematikan saat malam Halloween diadakan di distrik Itaewon Seoul, Korea Selatan (Korsel) pada 29 Oktober lalu.

Pemuda berusia 24 tahun itu sengaja datang ke Seoul bersama teman-temannya untuk merayakan Halloween setelah mendengar tentang betapa populernya momen tersebut di distrik Itaewon melalui TikTok dan serial televisi populer Korea 'Itaewon Class'.

Dikutip dari laman www.koreaherald.com, Kamis (10/11/2022), apa yang dimulai sebagai malam yang menyenangkan saat itu, berubah mengerikan tanpa diduga.

Ia terperangkap dalam kerumunan, terkena gelombang tekanan yang membuat para pengunjung pesta Halloween itu jatuh saling tumpuk satu sama lain dan memblokir seluruh gang di kawasan Itaewon.

"Pada saat itu, kami semua sedikit terpisah. Jelas anda akan berpikir kita akan bertemu satu sama lain dalam satu menit atau lebih, namun itu jelas tidak pernah terjadi. Tidak mungkin ada orang yang pergi ke acara populer yang dikenal tidak hanya di Korea namun juga di seluruh dunia dan berpikir, 'Saya mungkin akan mati malam ini'," kata Traverniti.

Taverniti telah blak-blakan tentang peran pemerintah Korsel di balik tragedi yang merenggut 156 nyawa itu.

Ia menyerukan pertanggungjawaban pemerintah negara itu melalui TikTok dan penampilannya di media.

Baca juga: Lee Ji Han Meninggal dalam Tragedi Itaewon, Perannya di Season of Kkok Du Digantikan Lee Jung Joon

"Kematian mereka seharusnya tidak pernah terjadi, tidak banyak orang yang berbicara tentang situasi ini dan melihat semuanya terungkap. Satu-satunya alasan mengapa saya melakukan wawancara adalah agar pemerintah tidak menutup-nutupi masalah ini dan melanjutkan hidup mereka begitu saja tanpa beban," tegas Traverniti.

Menyusul insiden itu, transkrip panggilan darurat yang dilakukan ke polisi pun dirilis, beberapa diantaranya terjadi beberapa jam sebelum kerumunan massa menewaskan 156 orang, termasuk Warga Negara Asing (WNA).

Presiden Korsel Yoon Suk-yeol mengatakan bahwa ia 'meminta maaf kepada negara dan mengaku menyesal'.

Begitu pula Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Lee Sang-min yang juga telah meminta maaf atas pernyataannya yang meremehkan peran polisi.

Sementara itu, Kepala Badan Kepolisian Nasional (NPA) Komisaris Jenderal Polisi Yoon Hee-keun juga mengatakan bahwa dirinya merasa 'bertanggung jawab' terhadap tragedi ini.

Kendati demikian, belum ada pejabat senior di pemerintahan yang mengajukan pengunduran diri terkait apa yang terjadi di Itaewon.

Namun Taverniti menekankan bahwa yang paling penting bukanlah 'hanya permintaan maaf', namun pemerintah atau pejabat perencanaan mau 'mengakui kesalahan'.

"Saya pikir penting untuk tidak hanya meminta maaf, namun juga pengakuan yang tepat bahwa ada tingkat perencanaan dan alokasi sumber daya yang tidak tepat dan salah untuk malam Halloween itu," tegas Traverniti.

Sebagai saksi mata dan korban selamat dalam tragedi tersebut, ia menegaskan bahwa dirinya mengetahui penanganan situasi itu 'san

"Saya menunggu dan dapat melepas diri dari sana, sementara teman-teman saya masih terperangkap selama lebih dari satu setengah jam, sebelum polisi dan layanan darurat tiba. Jika ada peristiwa besar yang terjadi, harus ada rencana dan tindakan pencegahan untuk mencegah apapun yang mungkin dapat terjadi," papar Traverniti.

Saat mengenang malam itu, ia juga ingat bahwa dirinya hanya melihat sedikit lalu lintas dan pengendalian massa.

Ia dan teman-temannya naik taksi namun harus turun di depan stasiun kereta bawah tanah karena kemacetan lalu lintas di jalanan.

"Traffic dan crowd control juga cukup penting karena tidak hanya layanan darurat yang tidak bisa sampai ke sana lantaran tidak ada yang mengelola jalan, namun juga tidak ada yang mengatur arus lalu lintas dari stasiun atau jalan mana pun," kata Traverniti.

Ia menunjukkan bahwa Festival Desa Global yang berlangsung di Itaewon sebelum tragedi itu, telah memblokir jalan untuk kerumunan dan kontrol lalu lintas.

"Saya tidak yakin mengapa hal seperti itu terjadi pada Halloween," pungkas Traverniti.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini