News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Piala Dunia 2022

Al-Qaeda Serukan Umat Islam Jauhi Piala Dunia 2022 di Qatar, Ini Alasannya

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kembang api meledak di langit di Doha pada 20 November 2022, saat hari pembukaan turnamen sepak bola Piala Dunia Qatar 2022. (Photo by FADEL SENNA / AFP)

TRIBUNNEWS.COM, QATAR -  Al-Qaeda, organisasi yang dicap teroris oleh Amerika, mengimbau umat Islam di seluruh dunia untuk tidak memberi perhatian pada Piala Dunia di Qatar.

Demikian menurut sebuah pernyataan yang dilaporkan oleh sebuah kelompok pengawas seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (21/11/2022).

Namun kelompok militan itu tidak mengeluarkan ancaman terkait peristiwa itu.

Al-Qaeda di Semenanjung Arab, yang berbasis di Yaman, mengkritisi Qatar karena dianggap membawa orang-orang tak bermoral, homoseksual, penabur korupsi dan ateisme ke Semenanjung Arab.

Al Qaeda mengatakan perhelatan itu mengalihkan perhatian dari "pendudukan negara-negara Muslim dan penindasan yang mereka alami."

"Kami memperingatkan saudara Muslim kami untuk tidak mengikuti ataupun menghadiri acara itu," kata pernyataan yang dilaporkan grup Intelijen SITE pada Sabtu (19/11/2022).

Baca juga: Dari Angklung Hingga Pameran Batik, 70 Warga Indonesia Turut Memeriahkan Piala Dunia 2022 di Qatar

Pernyataan itu dikeluarkan sehari sebelum turnamen itu dibuka di negara mayoritas Muslim tersebut untuk pertama kalinya.

Penyelenggara Piala Dunia, merespons kritikan terhadap catatan HAM Qatar, termasuk hak-hak LGBTQ serta pembatasan sosial.

Penyelenggara mengatakan bahwa semua orang, terlepas dari orientasi seksual ataupun latar belakang, diterima di acara itu.

Qatar, negara kecil berpenduduk sekitar 3 juta, kebanyakan pekerja asing telah mengatakan negaranya melatih lebih dari 50.000 orang untuk menyediakan pengamanan selama Piala Dunia.

Pasukan asing membantu di bawah komando Qatar.

Pemimpin Timur Tengah Berkumpul

Piala Dunia di Qatar pada Minggu (20/11/2022) membuat para pemimpin negara-negara Arab kompak.

Itu terlihat saat pembukaan Pialada Dunia tadi malam.

Ini adalah pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir para pemimpin Arab duduk dalam satu meja menghadiri pesta olahraga terbesar dunia.

Dan ini pertama kalinya pesta olahraga sepak bola dunia diadakan di Timur Tengah.

Penguasa Arab Saudi, Dubai, Mesir, Qatar hingga Turki hadir dalam kesempatan itu.

Sesuatu yang sangat langka terjadi.

Padahal dua tahun lalu negara-negara itu sempat bersitegang seperti laporan Associated Press, Minggu (20/11/2022).

Memang tidak ada pemimpin negara-negara besar Barat yang terlihat pada upacara pembukaan turnamen di Qatar yang menghadapi kritik keras, terutama di Eropa, atas perlakuannya terhadap buruh migran dan komunitas LGBTQ.

Tetapi kehadiran Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi menunjukkan seberapa jauh Qatar telah melangkah sejak boikot yang menyebabkan satu-satunya jalur perbatasan darat dan udaranya terputus selama bertahun-tahun sebagai bagian dari perselisihan politik.

Juga di mimbar terlihat para pemimpin seperti Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang memberikan garis hidup vital ke Qatar selama krisis.

Penguasa Dubai Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum dan putranya hadir atas nama Uni Emirat Arab.

Sheikh Mohammed bin Rashid al Maktoum menjabat sebagai wakil presiden dan perdana menteri UEA - dan Dubai yang bertabur gedung pencakar langit telah lama menjadi fokus investasi Qatar.

Satu-satunya yang tidak terlihat adalah presiden UEA, penguasa Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan dan raja Bahrain.

Analis percaya keduanya tetap sangat skeptis terhadap Qatar dan ketidakhadiran mereka menunjukkan bahwa pemulihan hubungan penuh di negara-negara Teluk Arab rasanya masih jauh.

Putra mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman tersenyum lebar dan duduk hanya berjarak satu kursi dari Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, emir yang berkuasa di Qatar, pada upacara pembukaan di Al Khor di utara ibu kota, Doha.

Bahkan dia memerintahkan seluruh kementeriannya untuk all out membantu piala dunia di Qatar.

Diantara mereka juga hadir Gianni Infantino, presiden FIFA, badan sepak bola dunia.

Setelah upacara pembukaan yang berisi pidato spektakuler tentang inklusivitas tradisi Badui, di dalam stadion yang dirancang agar terlihat seperti tenda tradisional, Syekh Tamim menyampaikan nada yang sama dalam pidato singkatnya.

“Betapa indahnya bagi orang-orang untuk mengesampingkan apa yang memisahkan mereka untuk merayakan keberagaman mereka dan apa yang menyatukan mereka pada saat yang sama,” katanya.

Pada puncak krisis Qatar, kolom surat kabar bahkan menyarankan untuk menggali parit sepanjang perbatasan 87 kilometer dan mengisinya dengan limbah nuklir.

Sementara gertakan retoris itu menunjukkan seberapa dalam kemarahan mengalir di wilayah tersebut di tengah perselisihan - yang menurut penguasa Kuwait saat itu hampir memicu perang.

Akarnya berasal dari sikap Qatar dalam mendukung kaum Islamis yang naik ke tampuk kekuasaan di Mesir dan di tempat lain setelah Musim Semi Arab 2011.

Sementara Qatar memandang kedatangan mereka sebagai perubahan besar dalam gerontokrasi yang mencengkeram Timur Tengah, negara-negara Teluk Arab lainnya melihat protes tersebut sebagai ancaman terhadap pemerintahan otokratis dan turun-temurun mereka.

Dukungan Erdogan sendiri terhadap kelompok Islam Ikhwanul Muslimin dan mendiang Presiden Mesir Mohammed Morsi telah mengasingkan negara-negara Teluk Arab.

El-Sissi, yang sebagai seorang jenderal yang memimpin kudeta Mesir tahun 2013 yang menggulingkan Morsi, terlihat di foto tengah berjabat tangan dengan Erdogan sebagai tanda kemungkinan pencairan hubungan antara kedua negara tersebut yang selama ini seperti benci tapi rindu.

Sheikh Tamim terlihat tersenyum di latar belakang.

Qatar juga menghadapi kritik dari Barat karena kelompok yang awalnya mereka danai dalam perang sipil Suriah menjadi ekstremis.

Qatar kemudian menyangkal mereka pernah mendanai ekstremis Islam, meskipun mendapat kritik dari seluruh spektrum politik Amerika dari Hillary Clinton hingga Donald Trump.

Qatar, seperti Arab Saudi, mengikuti versi Islam ultrakonservatif yang dikenal sebagai Wahhabisme.

Namun negara mengizinkan alkohol disajikan di bar hotel dan di Zona Penggemar FIFA di negara tersebut.

Beberapa kelompok di negara itu mengkritik apa yang mereka pandang sebagai ekstravaganza budaya Barat dari turnamen tersebut - kemungkinan mengarah ke larangan bir di stadion.

Al-Qaida di Jazirah Arab, cabang kelompok ekstremis yang bermarkas di Yaman, mengeluarkan komunike hari Sabtu yang mengkritik warga Qatar karena menjadi tuan rumah turnamen "yang membawa orang-orang tidak bermoral, homoseksual, penabur korupsi dan ateisme."

"Kami memperingatkan saudara-saudara Muslim kami untuk tidak mengikuti atau menghadiri acara ini," kata kelompok itu, meminta para ulama untuk tidak mendukungnya.

Hadir pada Minggu malam saat pembukaan adalah Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, Raja Yordania Abdullah II, Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune, Presiden Senegal Macky Sall, Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Presiden Rwanda Paul Kagame.

Putra mahkota Kuwait datang, bersama dengan direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia dan presiden Djibouti.

Tapi tepuk tangan terbesar datang untuk Sheikh Tamim dan ayahnya, Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani, yang mengamankan turnamen pada tahun 2010 lalu.

Sementara itu, Iran hanya mengirim menteri pemuda dan olahraganya - bukan presiden garis kerasnya - karena Republik Islam itu menghadapi protes selama berbulan-bulan atas kematian seorang wanita berusia 22 tahun yang sebelumnya ditahan oleh polisi moralitas negara itu.

Belum jelas pada level apa negara-negara Barat diwakili pada upacara dan pertandingan pembukaan antara Qatar dan Ekuador.

Pada hari Sabtu, Presiden FIFA Gianni Infantino menyampaikan pidato yang tidak biasa pada konferensi pers di mana dia memarahi orang Eropa karena mengkritik catatan hak asasi manusia Qatar menjelang turnamen, mengatakan mereka tidak dalam posisi untuk memberikan "kuliah moral" mengingat sejarah mereka.

Sumber: VOA/AP

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini