TRIBUNNEWS.COM - Siapa yang akan menjadi Perdana Menteri Malaysia selanjutnya masih menjadi teka-teki.
Setelah pemilu pada hari Sabtu (19/11/2022) gagal melahirkan pemenang, koalisi yang bersaing harus bergabung dengan koalisi lainnya demi mendapat suara mayoritas di parlemen.
Dua pemimpin koalisi terkuat, pemimpin oposisi Anwar Ibrahim dan mantan PM Muhyiddin Yassin, sama-sama gagal membujuk partai lain untuk bergabung.
Padahal, Raja Malaysia sudah memberi waktu tambahan bagi para pesaing untuk berunding dan mengajukan nama calon perdana menteri pilihan mereka.
Kini, Raja Malaysia mengadakan pertemuan dengan anggota parlemen untuk mendiskusikan penentuan perdana menteri.
Koalisi Pakatan Harapan (PH) yang dipimpin Anwar Ibrahim, sebenarnya menduduki puncak pemilihan pada hari Sabtu lalu dengan 82 kursi parlemen.
Baca juga: Pemilu Malaysia: Anwar Ibrahim Optimis Bisa Bergabung dengan BN untuk Kalahkan Muhyiddin Yassin
Tetapi jumlah itu tidak cukup.
Butuh setidaknya 112 suara di parlemen untuk dapat membentuk pemerintahan.
Perikatan Nasional (PN) pimpinan mantan Perdana Menteri Muhyiddin, memenangkan 73 kursi.
Koalisi Barisan Nasional (BN) hanya memenangkan 30 kursi, tetapi dukungan dari anggota parlemennya akan sangat penting bagi Anwar atau Muhyiddin untuk meraih 112 kursi.
Namun pada hari Selasa, seperti dilansir Reuters, BN mengatakan tidak akan bergabung dengan Anwar maupun Muhyiddin.
Muhyiddin juga menolak saran Raja untuk bersatu dengan lawannya demi membentuk pemerintahan persatuan.
Baca juga: Anwar Ibrahim Kenang Sosok Cak Nur dan Buya Hamka Sebagai Cendekiawan Muslim Berpengaruh
Muhyiddin menjalankan aliansi konservatif Muslim Melayu, sedangkan Anwar menjalankan koalisi multietnis.
Partai yang tergabung dalam koalisi Muhyiddin di antara Partai Islam Se-Malaysia (PAS).