Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, COPENHAGEN - Digadang-gadang sebagai percontohan energi hijau Eropa, Denmark nyatanya kini menghadapi problem lonjakan harga energi lima kali lipat year on year di awal 2022.
Denmark harus banyak melakukan penghematan energi seperti menurunkan pemanas di gedung-gedung publik di seluruh negeri dan meminta warga Denmark tidak menggunakan pemanas di rumah.
Gereja-gereja di Denmark juga terpaksa membatalkan kebaktian mereka, karena krisis energi yang sedang berlangsung.
Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (28/11/2022), di Keuskupan Lolland-Falster, sebanyak 108 gereja telah diberikan izin untuk memindahkan atau membatalkan kebaktian mereka untuk menghemat energi.
Banyak pula yang telah memanfaatkan aturan ini, terutama di pedesaan yang memiliki penduduk sedikit.
"Dibutuhkan banyak uang untuk memanaskan gereja tua abad pertengahan menggunakan listrik," kata Uskup Marianne Gaarden kepada media Denmark.
Keputusan serupa telah dibuat di keuskupan Aarhus dan Viborg, yang masing-masing terdiri dari ratusan gereja.
Meskipun otoritas gereja telah berjanji bahwa transportasi akan diatur bagi para pengunjung gereja yang harus menempuh perjalanan lebih jauh untuk sampai ke gereja yang masih berfungsi.
Baca juga: Jepang Dilanda Krisis Energi, Warga Diminta Hemat Listrik di Musim Dingin 2022
"Ini sangat tidak biasa, namun kami juga berada dalam situasi yang tidak biasa. Di beberapa tempat, anggaran yang tersedia sudah digunakan," Kat Uskup Keuskupan Viborg, Henrik Stunkjaer.
Pejabat gereja menekankan bahwa keputusan untuk membatalkan kebaktian adalah tanda solidaritas untuk warga sipil Denmark, karena banyak diantara mereka yang sudah menghemat energi.
Baca juga: Dihantui Krisis Energi, Orang Jerman Datangi Kursus Menghadapi Pemadaman Listrik
Namun, para ahli telah memperingatkan risiko yang akan terjadi jika gereja tidak menggunakan alat pemanas pada musim dingin.
Di Denmark terdapat sekitar 1.700 gereja yang berusia 500 tahun atau lebih.
Meskipun bangunan itu sendiri tidak membutuhkan panas, namun peralatan di dalamnya tentu memerlukannya.
"Ada perlengkapan kayu, organ, tekstil, dan himne kertas, yang biasanya tidak cocok dengan kelembaban tinggi. Dan ketika anda tidak memiliki pemanas, itu menjadi lembab. Risiko langsungnya adalah jamur, yang sudah menjadi masalah bagi kami," kata Konsultan Pemanas, Energi, dan Iklim di Gereja Denmark, Poul Klenz Larsen kepada media Denmark.
Baca juga: Eropa Krisis Energi, Inggris akan Bangun Pembangkit Listrik di Luar Angkasa
Ia menyebutnya sebagai 'masalah kesehatan dan lingkungan kerja'.
Masalah serupa telah dilaporkan di Swedia, di mana puluhan gereja, terutama di pedesaan, ditutup sementara karena ketidakmampuan dalam menyediakan alat pemanas yang memadai.
Denmark sering dipuji sebagai contoh negara energi hijau, di mana energi terbarukan seperti tenaga angin menyumbang hampir setengah dari konsumsi energi secara keseluruhan.
Baca juga: Dampak Krisis Energi, Jumlah Produksi Mobil di Eropa Akan Turun Hingga 1 Juta Unit per Kuartal
Kendati demikian, di tengah krisis yang menyelimuti Eropa sebagai akibat dari keputusan Uni Eropa (UE) untuk memberlakukan sanksi terhadap Rusia dengan memangkas impor energi dalam upaya kerasnya 'menghukum' negara itu atas invasinya ke Ukraina, Denmark pada Agustus lalu menyaksikan kenaikan harga energi lima kali lipat dari tahun ke tahun.
Bahkan mengambil langkah-langkah seperti mengurangi penggunaan pemanas di gedung-gedung publik di seluruh negeri.
Warga Denmark juga telah didorong untuk menghemat energi melalui langkah-langkah seperti mematikan pemanas, membatasi penggunaan air panas dan mematikan lampu serta peralatan yang tidak perlu.