Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, MACAU – Puluhan mahasiswa dari Chinese University of Hong Kong tampak berkumpul di pusat kota Hong Kong, mereka kompak turun ke jalanan untuk memprotes kebijakan pembatasan ketat Covid-19 yang diberlakukan pemerintah China.
Sambil memegang kertas berwarna putih polos para demonstran meneriakkan slogan-slogan dalam bahasa Kanton dan Mandarin, demonstran lain juga nampak mengangkat plakat besar dengan kata-kata tulisan tangan yang berbunyi: "Jika mereka tidak takut, mengapa saya harus? Saya orang Hong Kong. Saya keluar karena hati saya sakit."
Situasi serupa juga terlihat di kawasan komersial utama Hong Kong, sekelompok demonstran tampak melakukan aksi turun jalan tak hanya itu pengunjuk rasa juga turut membentuk angka "1124" dengan lilin untuk mengenang tewasnya 10 korban kebakaran di apartemen Urumqi, China pada 24 November lalu.
Baca juga: Demo di China akibat Kebakaran Urumqi yang Di-Lockdown, Polisi Bergerak Tahan Demonstran
"Saya ingin meratapi para korban kebakaran Urumqi dan menunjukkan dukungan bagi mahasiswa dan warga yang melakukan protes di dataran," kata seorang demonstran seperti yang dilansir dari Barrons.
Aksi ini digelar sebagai bentuk solidaritas masyarakat Hongkong kepada rakyat China yang frustrasi akibat kebijakan nol-Covid, pembatasan lockdown, aturan karantina dan kampanye pengujian massal.
Para demonstran menyalahkan pemerintah Xi Jinping lantaran kebijakan penguncian Covid-19 yang diterapkannya selama tiga tahun terakhir telah menghambat aktivitas masyarakat China, hingga memicu korban jiwa lantaran pasien covid yang terisolasi di apartemen Urumqi Xinjiang tak dapat melarikan diri dari kobaran api kebakaran, karena terjebak di area apartemen.
Sejak akhir pekan gelombang protes atas kebijakan nol-covid terus dilakukan ratusan orang di seluruh penjuru kota China, termasuk Ibu Kota Beijing, Guangzhou, dan Shanghai.
Aksi demo yang awalnya digelar dengan tenang perlahan berakhir dengan aksi pukul dan bentrok, demonstran yang mengamuk turut menghancurkan fasilitas pengujian COVID-19, ini lantaran warga kecewa atas sikap presiden Jinping atas kebijakan lockdown.
Baca juga: Pemerintah China Longgarkan Aturan Lockdown Covid-19 setelah Demo Meluas
Demonstran menganggap kebijakan pembatasan Covid China telah gagal, karena semakin mendorong jatuh sektor perekonomi hingga membawa kemunduran dalam memberantas virus. Aksi unjuk rasa ini tercatat jadi yang terbesar, mengalahkan pro-demokrasi pada 1989 lalu.
Meski pemerintah belum sepenuhnya mencabut aturan lockdown, namun usai aksi demo besar – besaran pemerintah kota Beijing mulai memberlakukan sedikit pelonggaran dengan membuka akses ke kompleks apartemen tempat infeksi ditemukan.
Langkah serupa juga diikuti pemerintah kota metropolis manufaktur dan perdagangan Guangzhou selatan yang mengumumkan aturan bahwa penduduk tidak lagi diharuskan menjalani tes massal. Serta pelonggaran di Urumqi, dengan membuka akses pasar dan bisnis lain dianggap berisiko rendah.