TRIBUNNEWS.COM, ROMA - Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengakui dampak perang Ukraina lebih menyiksa negara Eropa ketimbang Amerika.
Namun Michel menyebutkan hubungan keamanan antara Brussel, markas Uni Eropa dan Washington menguat sejak pecahnya konflik Rusia-Ukraina.
“Ada koordinasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam perang di Ukraina,” kata Michel dalam wawancara dengan surat kabar Italia Corriere della Sera, yang tayang, Sabtu (3/12/2022).
Di sektor ekonomi, Presiden Dewan Eropa itu menunjukkan dampak konflik Rusia-Ukraina di AS tidak sama dengan yang dialami negara-negara Eropa.
Hal-hal lebih mudah bagi Amerika karena merupakan pengekspor sumber daya energi dan mendapat manfaat dari lonjakan harga gas dan minyak.
Sementara Uni Eropa harus membayar harga (minyak dan gas) yang mahal. “Kami berisiko mengalami resesi ekonomi,” tambah Michel yang juga hadir di KTT G20 Bali 2022.
“Industri Eropa membayar lebih untuk energi dan menghadapi persaingan dari industri Amerika,” jelas Michel.
Baca juga: Uni Eropa Masih Gagal Sepakat Batasan Harga Jual Minyak Mentah Rusia
Baca juga: Dmitri Medvedev Ejek Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen
Baca juga: Uni Eropa Hadapi Krisis Ekonomi, Warga Kurangi Pengeluaran Kebutuhan Pokok
Presiden Dewan Eropa itu juga ditanya apakah dia merasa "dikhianati" oleh Undang-Undang Pengurangan Inflasi (Inflation Reduction Act) yang disahkan pemerintahan Presiden Joe Biden.
IRA menawarkan subsidi besar dan keringanan pajak untuk bisnis ramah lingkungan.
Kekhawatiran telah diungkapkan di Brussel skema tersebut dapat memikat bisnis Eropa ke Amerika karena harga energi yang jauh lebih rendah di sana.
"Saya tidak akan menggunakan istilah ini, tetapi saya lebih suka perilaku lain" dari Washington, jawab Michel.
“Tapi jangan naif, AS – bahkan di bawah pemerintahan saat ini – memprioritaskan kepentingan ekonominya sendiri,” imbuhnya.
Ia berharap Uni Eropa akan dapat terlibat dengan AS dalam beberapa minggu mendatang untuk membahas kerja sama timbal balik.
Sebuah laporan oleh Politico pada akhir November mengklaim Brussel (Uni Eropa) marah pada pemerintahan Biden karena memanfaatkan pertempuran di Ukraina.