TRIBUNNEWS.COM, BERLIN – Dinas Keamanan Jerman mengklaim telah menahan 25 orang, termasuk mantan personel polisi dan militer, yang diduga ingin mengembalikan monarki Jerman.
Operasi kontrateror itu dilakukan melalui 130 pencarian dan total 25 penangkapan di Jerman dan beberapa negara tetangga. Laporan dipubliksikan media Jerman, ZDF.
Mengutip Russia Today, Rabu (7/12/2022), operasi ini juga diklaim menjadi operasi kontra-teroris terbesar dalam sejarah negara itu di era modern.
Mereka yang ditangkap termasuk mantan anggota militer dan kepolisian, serta warga negara Rusia.
Kelompok itu dicurigai bersekongkol untuk menggulingkan secara paksa pemerintahan Berlin, dan mengembalikan rezim yang meniru Reich Jerman 1871.
Baca juga: Iran Tangkapi Penyabot yang Dikendalikan dari Albania, Jerman dan Belanda
Baca juga: Ekonomi Jerman Menuju Jurang Resesi oleh Embargo Gas Rusia
Baca juga: Olaf Scholz Akui Sanksi Anti-Rusia Sebabkan Kerugian bagi Ekonomi Jerman
Beberapa penggerebekan pada dini hari Rabu melibatkan sekitar 3.000 petugas polisi Jerman, menyisir apartemen di 11 wilayah federasi negara itu.
Anggota kelompok dikatakan sebagai penganut ideologi QAnon, yang percaya Jerman saat ini dikendalikan oleh elemen negara dalam negara.
Setelah memulai persiapan kudeta pada November 2021, para tersangka membentuk 'sayap militer', dan secara aktif berusaha merekrut personel militer yang saat ini bertugas di Bundeswehr.
Selain menyerbu parlemen negara itu, Bundestag, dan menyandera anggota parlemen, para tersangka juga diduga bermaksud menargetkan infrastruktur energi Jerman.
Skenarionya diharapkan dapat memicu bentrokan seperti perang saudara.
Para konspirator juga dilaporkan membentuk kabinet bayangan, berencana menempatkan seorang bangsawan dari Frankfurt, Prinz Heinrich XIII, sebagai pemimpin untuk periode sementara setelah kudeta.
Ada Anggota Parlemen Jerman
Birgit Malsack-Winkemann, mantan anggota parlemen untuk partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman, termasuk di antara mereka yang ditangkap dan propertinya juga digeledah.
Di antara para tersangka adalah warga negara Rusia yang diidentifikasi sebagai Vitalia B.
Dia diduga membantu calon penguasa untuk menjalin kontak dengan Rusia, meskipun tampaknya tidak banyak berhasil.
Seperti yang dicatat kantor kejaksaan federal Jerman, sejauh ini, tidak ada petunjuk (yang menunjukkan) mitra kontak mereka bereaksi positif terhadap permintaan mereka.
Sementara itu, kedutaan Rusia di Berlin mengatakan kepada media, otoritas Jerman belum memberi tahu mereka ada warga negara Rusia telah ditahan.
Para diplomat menambahkan mereka akan mengonfirmasi ke kantor kejaksaan Jerman, dan siap memberikan semua bantuan yang diperlukan kepada wanita tersebut.
Mengomentari penggerebekan itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Moskow telah mengetahui situasi tersebut dari media, menggambarkannya sebagai "masalah internal" Jerman.
Dua bulan lalu, Jerman juga menangkap seorang wanita berusia 75 tahun.
Ia dituduh memimpin kelompok teror yang berusaha mengobarkan perang saudara dan membongkar negara Jerman modern
Menurut polisi di barat daya Rhineland-Palatinate, Elisabeth R, yang nama lengkapnya dirahasiakan, diduga sebagai biang keladi sel teror.
Kelompok tersebut diduga berencana untuk menyebabkan “kondisi seperti perang saudara” di Jerman dengan menyabotase infrastruktur energinya.
Pemadaman listrik yang meluas dimaksudkan untuk membantu pemberontak menggulingkan pemerintahan demokratis negara itu.
Kelompok tersebut juga diduga berusaha menculik Menteri Kesehatan Jerman, Karl Lauterbach, "kemungkinan membunuh pengawalnya" dalam proses tersebut.
Politisi itu tidak populer dengan sayap kanan Jerman karena penegakan ketat pembatasan Covid-19 selama pandemi.
Tersangka ditangkap pada hari Kamis di rumahnya di Saxony di timur negara itu.
Pada Jumat, Elisabeth, yang dijuluki 'nenek teror' oleh majalah Bild, dibawa ke pengadilan federal di Karlsruhe, Jerman barat daya.
Di sana, dia difoto saat melangkah keluar dari helikopter hanya dengan membawa kantong kertas.
Surat perintah penangkapan menyatakan bahwa Elisabeth R telah terlibat dalam kegiatan perekrutan dan mengoordinasikan kelompok tersebut.
Ia memberikan perintah kepada anggota untuk mendapatkan bahan peledak dan senjata, sambil menyebutkan kerangka waktu tertentu untuk melaksanakan rencananya.
Menurut Sueddeutsche Zeitung, tersangka yang diyakini sebagai pensiunan guru bertanggung jawab atas apa yang disebut gerakan Reichsburger, yang menyangkal keberadaan negara Jerman modern.
Dalam satu contoh, dia menandatangani surat terbuka, menyatakan bahwa Perjanjian Versailles 1919, yang mengakhiri Perang Dunia Pertama, adalah illegal.
Warga negara Jerman sampai saat ini dianggapnya masih tinggal di Reich Jerman berdasarkan Konstitusi 1871.
Elisabeth R ditangkap setelah polisi Jerman menahan empat anggota lain yang terkait dengan plot tersebut pada April.
Saat itu, polisi menemukan senjata Kalashnikov dan seragam SS Nazi di salah satu rumah tersangka.
Mengomentari insiden tersebut, Lauterbach mengatakan ini minoritas kecil di masyarakat Jerman itu dianggap sangat berbahaya.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)