TRIBUNNEWS.COM, RIYADH – Presiden China Xi Jinping bakal tiga hari berada di Arab Saudi selama kunjungan resmi ke negara itu akhir pekan ini.
Presiden China Xi Jinping juga akan menyaksikan penandatanganan kerjasama bertriliun-triliun rupiah (US$ 29,26 miliar) di KTT Saudi-China itu.
Ia akan menemui penguasa Saudi Raja Salman bin Abdul Aziz, serta penguasa de facto Saudi, Pangeran Mohammad bin Salman (MBS).
Arab Saudi merupakan pengekspor minyak terbesar dunia, dan China adalah satu di antara importir terbesar minyak Saudi.
Pemimpin China itu mengukti perjalanan ketiganya ke luar negeri sejak pandemi virus corona dimulai, dan yang pertama ke Arab Saudi sejak 2016.
Kunjungan tersebut datang atas undangan dari Raja Saudi Salman untuk meningkatkan hubungan bersejarah dan kemitraan strategis antara kedua negara.
Baca juga: Analisis Pakar : KTT China-Saudi Babak Baru Perubahan Sikap Arab Saudi
Baca juga: Xi Jinping akan Kunjungi Arab Saudi di Tengah Kerenggangan Hubungan Riyadh-Washington
Baca juga: Turki Tuduh AS Gertak Arab Saudi atas Pemotongan Minyak OPEC+
Kantor berita resmi Saudi Press Agency (SPA) merilis pernyataan Selasa (6/12/2022). Perjanjian awal senilai $29,26 miliar (lebih dari 110 miliar riyal Saudi) akan ditandatangani selama pertemuan itu.
Pemimpin negara ekonomi nomor dua dunia, juga akan menghadiri pertemuan puncak dengan para pemimpin lain di jazirah Arab, memperkuat hubungan China dengan kawasan tersebut.
Xi Jinping juga akan menghadiri KTT Teluk-Tiongkok untuk kerja sama dan pembangunan dan pertemuan Arab-Tiongkok.
Ada enam anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC), termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Kuwait , dan Oman yang akan hadir.
Khusus untuk KTT bilateral Saudi-China, terjadi setelah Xi Jinping mendapatkan masa jabatan ketiga yang bersejarah di Partai Komunis China pada November.
Kunjungan Xi Jinping ini mencerminkan hubungan yang jauh lebih dalam yang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir antara kedua negara.
Pendapat dikemukakan Ali Shihabi, seorang analis Saudi yang dekat dengan pemerintah.
“Sebagai importir terbesar minyak Saudi, China adalah mitra yang sangat penting dan hubungan militer telah berkembang dengan kuat,” katanya.
Kunjungan tersebut juga bertepatan dengan meningkatnya ketegangan antara Arab Saudi dan AS atas berbagai masalah mulai dari kebijakan energi hingga keamanan regional dan hak asasi manusia.
Pukulan terbaru terhadap kemitraan yang telah berlangsung puluhan tahun itu terjadi pada bulan Oktober ketika blok minyak OPEC+ setuju memangkas produksi sebesar dua juta barel per hari.
Keputusan itu menurut Gedung Putih sama dengan menyejajarkan diri dengan Rusia dalam perang di Ukraina.
Pada Minggu, OPEC+ tetap memilih untuk mempertahankan pemangkasan produksi minyak global walau pembatasan harga minyak Rusia sudah dijalankan negara G7+Australia.
China mulai melihat Arab Saudi sebagai sekutu utamanya di Timur Tengah tidak hanya karena kepentingannya sebagai pemasok minyak.
Beijing dan sebaliknya Riyadh, memiliki pandangan sama tentang campur tangan barat, terutama dalam isu-isu seperti hak asasi manusia.
Menteri Luar Negeri Wang Yi mengatakan pada Oktober, Arab Saudi adalah "prioritas" dalam strategi diplomatik China secara keseluruhan dan regional.
China saat ini membeli kira-kira seperempat dari total ekspor minyak Saudi. Pasar minyak dilanda kekacauan menyusul perang Ukraina.
Negara G7 dan Uni Eropa Jumat pekan lalu menyepakati batas harga minyak Rusia sebesar $60 per barel dalam upaya mencegah Rusia mendapatkan keuntungan besar.
"Minyak mungkin akan menjadi agenda yang lebih tinggi daripada saat Biden berkunjung," kata Torbjorn Soltvedt dari firma intelijen risiko Verisk Maplecroft.
“Ini adalah dua pemain terpenting di pasar minyak – Saudi di sisi penawaran, dan kemudian China di sisi permintaan.”
Ada potensi bagi kedua belah pihak untuk meningkatkan kerja sama dalam pembangunan infrastruktur seperti kilang.
Di luar energi, para analis mengatakan pemimpin dari kedua negara mungkin membahas kesepakatan potensial yang dapat membuat perusahaan China jauh lebih terlibat di Saudi.
Terutama proyek-proyek besar yang merupakan inti dari visi Putra Mahkota Pangeran MBS untuk mendiversifikasi ekonomi Saudi dari minyak.(Tribunnews.com/Aljazeera/xna)