TRIBUNNEWS.COM - Kementerian pendidikan tinggi yang dikelola Taliban melarang perempuan Afghanistan kuliah.
Perempuan Afghanistan ditangguhkan dari universitas masing-masing hingga waktu yang belum ditentukan.
Taliban Afghanistan mengumumkan hal ini melalui sebuah surat yang dikonfirmasi oleh juru bicara kementerian pendidikan tinggi, Selasa (20/12/2022).
Surat itu menginstruksikan universitas negeri dan swasta Afghanistan untuk segera menangguhkan akses ke siswa perempuan, sesuai dengan keputusan Kabinet.
“Anda semua diinformasikan untuk segera melaksanakan perintah penangguhan pendidikan perempuan tersebut sampai pemberitahuan lebih lanjut,” bunyi surat itu, seperti diberitakan Al Jazeera.
Surat tersebut ditandatangani oleh Menteri Pendidikan Tinggi Taliban Afghanistan, Neda Mohammad Nadeem.
Baca juga: 19 Orang Tewas Terbakar dalam Kecelakaan Truk Bahan Bakar di Terowongan Salang Afghanistan
Alasan Taliban Larang Perempuan Afghanistan Kuliah
Taliban membela keputusannya untuk melarang perempuan Afghanistan kuliah.
Mereka mengatakan pembatasan ini dilakukan demi menjaga kepentingan nasional dan kehormatan perempuan.
Keputusan itu diambil ketika banyak mahasiswa yang mengikuti ujian akhir semester.
Beberapa pejabat Taliban mengatakan larangan pendidikan menengah hanya bersifat sementara.
Namun, Taliban juga telah mengeluarkan banyak alasan untuk penutupan, mulai dari kurangnya dana hingga waktu yang dibutuhkan untuk merombak silabus pendidikan agar sesuai garis Islam.
Taliban juga membatasi perempuan dari sebagian besar bidang pekerjaan.
Selain itu, Taliban memerintahkan perempuan Afghanistan mengenakan pakaian tertutup dari ujung kepala sampai ujung kaki di depan umum, dan melarang mereka berada di taman dan pusat kebugaran.
Baca juga: PBB Masih Larang Junta Militer Myanmar, Taliban Afghanistan dan Libya Kirim Duta ke PBB
PBB Mengecam Taliban Afghanistan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam keputusan Taliban Afghanistan yang melarang perempuan Afghanistan untuk kuliah.
Pengumuman itu dikeluarkan saat Dewan Keamanan PBB bertemu di New York mengenai Afghanistan.
Utusan PBB Amerika Serikat dan Inggris sama-sama mengutuk langkah tersebut selama pertemuan dewan.
Taliban telah merebut kekuasaan lebih dari 15 bulan yang lalu, dikutip dari CBS News.
Mereka merampas hak-hak dasar anak perempuan dengan melarang pendidikan menengah pertama dan menengah atas.
Namun, perempuan diizinkan untuk menghadiri universitas di kelas yang dipisahkan berdasarkan gender.
Hingga kini tidak ada negara yang mengakui pemerintah Taliban.
Desas-desus penutupan universitas telah beredar di media sosial Afghanistan sejak pemimpin baru ditunjuk untuk posisi kementerian pendidikan tinggi.
Mawlawi Neda Muhamad dianggap sebagai garis keras Taliban dan dipilih oleh pemimpin tertinggi Taliban untuk posisi tersebut.
Baca juga: Konferensi Internasional Pendidikan untuk Perempuan Afghanistan Tidak Terkait Pengakuan Taliban
Tanggapan Perempuan Afghanistan
Seorang mahasiswi di Universitas Nangarhar mengatakan kekecewaannya terhadap keputusan Taliban.
Larangan menghadiri universitas itu datang beberapa minggu setelah perempuan Afghanistan mengikuti ujian kelulusan sekolah menengah mereka, meskipun mereka telah dilarang sekolah sejak Taliban mengambil alih negara itu tahun 2021.
"Saya tidak bisa memenuhi impian saya, harapan saya. Semuanya menghilang di depan mata saya dan saya tidak bisa berbuat apa-apa," kata seorang mahasiswi jurnalistik dan komunikasi tahun ketiga di Universitas Nangarhar kepada NPR.
Dia tidak ingin disebutkan namanya demi keselamatannya.
"Apakah menjadi seorang gadis adalah kejahatan? Jika itu masalahnya, saya berharap saya bukan seorang gadis," tambahnya.
"Ayah saya punya mimpi untuk saya, bahwa putrinya akan menjadi jurnalis berbakat di masa depan. Itu sekarang hancur. Jadi, katakan padaku, bagaimana perasaan seseorang dalam situasi ini?"
Namun, ia belum kehilangan harapan.
Ia bertekad untuk melanjutkan studinya dengan cara apa pun.
Bahkan, ia telah memulai studi online dan jika tidak berhasil maka ia akan meninggalkan Afghanistan untuk menempuh pendidikan di negara lain.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Taliban Afghanistan