News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menko Polkam Mahfud Melihat Adanya Kekhawatiran Masyarakat Sidang Penting Hakim Disuap

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menko Polkam Mahfud saat ceramah di Tokodai Tokyo tanggal 7 Desember 2018

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Menko Polkam Mohammad Mahfud Mahmodin (65) melihat adanya kekhawatiran masyarakat atas sebuah sidang penting di Indonesia, ditakutkan hakimnya akan disuap sehingga hasilnya tidak sesuai rasa keadilan yang ada di masyarakat.

"Saat ini tampaknya ada sidang pemgadilan yang penting, dan orang khawatir hakimnya bisa disuap. Mungkin perlu diviralkan tulisan saya mengenai keadaan hakim yang ada di Jepang saat ini," papar Mahfud khusus kepada Tribunnews.com Selasa (24/1/2023).

Mahfud sempat  bertanya kepada advokat Jepang Junya Haruna, “Seberapa banyak kasus penyuapan terhadap hakim yang terjadi di Jepang?” 

Haruna terperanjat dan tampak heran atas pertanyaan itu. Dia mengatakan, sepanjang kariernya dia tidak pernah mendengar ada hakim dicurigai menerima suap di Jepang.  

"Terpikir pun tidak pernah,” tekan Haruna.

Di Jepang, kata Haruna, masyarakat percaya bahwa hakim tidak mau disuap. 

Hakim sangat dihormati dan dimuliakan karena integritasnya. 

"Apakah Anda percaya pada semua putusan hakim yang juga mengalahkan Anda dalam menangani perkara?” 

Haruna menjawab, semua putusan hakim diterima dan dipercaya sebagai putusan yang dikeluarkan sesuai dengan kebenaran posisi hukum yang diyakini oleh hakim.
 
“Di sini tidak pernah ada kecurigaan hakim disuap. Seumpama pun kami kalah dan tidak sependapat dengan putusan hakim, paling jauh kami hanya mengira hakim kurang menguasai dalam satu kasus yang spesifik dan rumit atau kamilah yang kurang bisa meyakinkan hakim dalam berargumen dan mengajukan bukti di pengadilan. Tak pernah terpikir, hakim kok memutus karena disuap,” tambah Haruna.
 
Ketika Haruna mau bertanya balik tentang Indonesia, saya segera membelokkan pembicaraan. Saya bilang restoran tempat kita lunch sangat indah dikelilingi oleh kebun bunga yang memancing selera makan, termasuk bunga sakura dan pohon-pohon yang seperti dibonsai dengan begitu harmonis. Lalu saya mengajak berfoto.   
 
"Sengaja saya belokkan pembicaraan tentang “penyuapan hakim” itu karena saya takut ditanya balik dan harus bercerita jujur tentang hukum, hakim, pengacara, dan penegakan hukum di Indonesia. Tak mungkin bisa keluar dari mulut saya cerita tentang betapa buruknya penegakan hukum di Indonesia. Apalagi saat itu saya baru berusaha meyakinkan pimpinan ANC bahwa aturan hukum di Indonesia sangat kondusif untuk berinvestasi.," papar Mahfud lagi.
 
Mahfud mengakui, memang berbicara, aturan hukum (legal substance) di Indonesia sudah cukup bagus untuk investasi, "Tetapi saya tidak berani berbicara penegakan hukum oleh aparat (legal structure) dan budaya hukum (legal culture)."

"Bisa malu kalau saya harus berbicara keadaan Indonesia tentang itu. Bayangkanlah, saya harus bercerita, hakim-hakim di Indonesia bukan hanya dicurigai tetapi benar-benar banyak yang digelandang ke penjara karena penyuapan."
 
"Saya akan malu juga, misalnya, kalau harus bercerita bahwa di Indonesia banyak pengacara tersandung kasus karena menyuap atau berusaha menyuap hakim. Tak mungkin saya bercerita bahwa banyak pengacara di Indonesia yang tidak mengandalkan kompetensi dalam profesi hukum, tetapi hanya melatih dirinya untuk melobi aparat penegak hukum atau menggunakan posisi politik agar perkaranya dimenangkan dengan imbalan uang."

Belum lagi ada cerita-cerita bahwa calon pengacara yang magang (latihan mencari pengalaman) kepada pengacara senior justru tugas pertamanya adalah disuruh mengantar uang kepada hakim, jaksa, atau polisi dan yang bersangkutan harus memastikan penyerahan suap itu aman adanya.
 
"Begitu juga takkan bisa keluar jawaban dari mulut saya kalau ditanya apakah di Indonesia ada jaksa atau polisi yang dihukum karena penyuapan dan rekayasa perkara? Akan malu saya sebagai anak bangsa jika menjawab itu dengan jujur tetapi akan berdosa saya sebagai muslim jika saya menjawab dengan berbohong. Kita memang mempunyai budaya sendiri sebagai bangsa, tetapi tidak salahkah kalau dalam soal berhukum kita meniru Jepang."
 
"Awal 2014, selepas menjadi ketua MK, saya diundang menjadi tamu oleh Kementerian Luar Negeri Jepang di Tokyo. Saat saya tiba di sana, sedang gencar berita dan kampanye untuk pemilihan gubernur Tokyo."

Apa ada penggantian gubernur? Ya, tetapi bukan berdasar jadwal normal, melainkan karena Gubernur Tokyo saat itu, pejabat yang definitif, mengundurkan diri. 

Mengapa mengundurkan diri? Karena sang gubernur diberitakan meminjam uang tanpa jaminan ke sebuah rumah sakit besar dan oleh pers itu dicurigai untuk mendanai kampanye politiknya. Karena pinjaman itu tanpa jaminan, pers menduga Gubernur itu nanti akan memberikan imbalan dalam bentuk, mungkin, korupsi politik.
 
Jadi, sang gubernur mengundurkan diri karena malu saat dicurigai akan (baru dicurigai) menggunakan jabatannya untuk melakukan korupsi politik. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini