TRIBUNNEWS.COM, DAMASKUS - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan lebih dari lima juta warga Suriah kehilangan tempat tinggal setelah gempa besar mengguncang negara itu dan Turki pada Senin (6/2/2023).
Perwakilan Suriah dari Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Sivanka Dhanapala, mengungkapkan 5,3 juta warga Suriah kehilangan rumah mereka akibat bencana alam tersebut.
"Sebanyak 5,3 juta orang di Suriah mungkin kehilangan tempat tinggal akibat gempa," kata Sivanka Dhanapala, yang dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: Update Gempa Turki-Suriah, Korban Tewas Mencapai 24.000 Jiwa
“Itu jumlah yang sangat besar dan datang ke populasi yang sudah menderita pemindahan massal,” imbuhnya.
Selain perang saudara, musim dingin yang mencekam juga memperburuk kondisi di negara itu.
“Untuk Suriah, ini adalah krisis di dalam krisis. Kami mengalami guncangan ekonomi, COVID-19 dan sekarang berada di musim dingin yang dalam, dengan badai salju mengamuk di daerah yang terkena dampak,” tambah Dhanapala.
Korban yang selamat dari gempa
berkekuatan Magnitudo 7,8 dan 7,6 telah berbondong-bondong datang ke kamp yang didirikan untuk orang-orang yang terlantar akibat perang selama hampir 12 tahun di Suriah.
Banyak warga Suriah yang kehilangan rumah atau terlalu takut untuk kembali ke bangunan yang rusak.
Sekitar 24.000 orang telah meninggal dunia di Turki dan Suriah karena gempa tersebut, dengan lebih dari 3.300 orang meninggal di Suriah.
Dhanapala mengatakan, UNHCR telah "membantu dengan tergesa-gesa" ke daerah-daerah yang terkena dampak parah di Suriah, tetapi "itu sangat, sangat sulit".
“Ada 6,8 juta orang yang sudah mengungsi di dalam negeri. Dan ini terjadi sebelum gempa bumi,” ungkapnya.
Baca juga: AS Longgarkan Sanksi Suriah selama 180 hari untuk Salurkan Bantuan Gempa
Sementara itu, konvoi bantuan PBB kedua yang terdiri dari 14 truk telah menyeberang ke daerah yang dikuasai pemberontak di Suriah, setelah enam kendaraan pertama masuk pada Kamis (9/2/2023).
Pemerintah Suriah mengatakan akan mengizinkan pengiriman bantuan ke daerah-daerah yang dikuasai pemberontak, yang berada di luar kendalinya, bekerja sama dengan PBB dan organisasi kemanusiaan.
“Skala penuh kehancuran di Suriah baru mulai terungkap,” kata koresponden Al Jazeera, Kristen Saloomey, melaporkan dari kantor PBB di New York.
Meskipun lebih banyak konvoi bantuan berhasil melewati satu titik perbatasan ke daerah yang paling terpukul bencana tersebut, Saloomey mengatakan para kritikus berpendapat bantuan itu terlalu sedikit dan terlalu lambat.
Baca juga: Bayi Suriah yang Lahir di Bawah Puing Bangunan Diberi Nama Aya, Artinya Keajaiban
“Mayoritas [orang yang kehilangan tempat tinggal akibat gempa] berada di daerah yang tidak dikuasai pemerintah Suriah, di mana orang-orang telah terlantar akibat perang bertahun-tahun,” katanya.
PBB kembali mengeluarkan 25 juta dolar AS dalam dana darurat untuk Suriah pada Jumat (10/2/2023), sehingga totalnya sejauh ini menjadi 50 juta dolar AS, kata Saloomey.
"Tetapi tim penilai sekarang berada di lapangan dan kebutuhan diperkirakan jauh melebihi itu," ungkap Saloomey.
Konflik di Suriah dimulai pada 2011 dengan penindasan brutal terhadap aksi protes damai, hingga menarik kekuatan asing dan kelompok bersenjata.
Hampir setengah juta orang telah terbunuh, dan konflik tersebut telah memaksa sekitar setengah dari populasi sebelum perang di negara itu meninggalkan rumah mereka, dengan banyak warga Suriah mencari perlindungan di Turki.