TRIBUNNEWS.COM - Pada 1999, lebih dari 17.000 orang tewas dalam gempa bumi di kota Izmit, dekat Istanbul, Turki.
Saat itu, pihak berwenang menjanjikan membuat peraturan bangunan yang lebih ketat.
Pemerintah juga memperkenalkan pajak gempa bumi yang bertujuan meningkatkan kesiapsiagaan di negara yang terletak di dua garis patahan geologis utama itu.
Gempa lain mengguncang Turki pada 2011 dan menewaskan ratusan orang.
Dikutip dari Guardian, Recep Tayyip Erdogan, saat itu menjadi perdana menteri, menyalahkan konstruksi yang buruk.
Baca juga: Garuda Indonesia Terbangkan 120 Tenaga Medis dan 20 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Turki
"Pemerintah kota, kontraktor, dan pengawas sekarang harus melihat bahwa kelalaian mereka sama dengan pembunuhan," ucap Erdogan kala itu.
Hampir 12 tahun kemudian, Turki dilanda gempa bumi dan gempa susulan yang bahkan lebih mematikan pada Senin (6/2/2023).
Orang-orang di seluruh Turki tidak hanya mencari sanak saudara yang hilang, tetapi juga jawaban.
Di Turki saja, hampir 30.000 orang tewas dan jumlahnya terus meningkat.
Lebih dari satu juta penduduk Turki pun kehilangan tempat tinggal.
Semakin jelas bahwa korupsi endemik dan lemahnya penegakan aturan bangunan makin memperburuk krisis.
Baca juga: Jumlah Korban Tewas Gempa Lampaui 33 Ribu, Turki Tangkap 113 Kontraktor Bangunan
Standar keselamatan Turki terbaik di dunia
Di atas kertas, standar keselamatan bangunan Turki termasuk yang terbaik di dunia.
Standar tersebut diperbarui secara rutin dengan aturan khusus untuk wilayah rawan gempa.
Beton harus diperkuat dengan baja, dan dinding serta pilar penahan beban harus didistribusikan sedemikian rupa untuk menghindari “pancaking" - ketika lantai bertumpuk satu sama lain setelah runtuh secara vertikal.