TRIBUNNEWS.COM - Rusia kemungkinan merasa khawatir setelah ledakan "yang tidak dapat dijelaskan" terjadi di sekitar kota Mariupol yang diduduki di Ukraina, kata pejabat Kementerian Pertahanan Inggris.
Mengutip Evening Standard, ledakan itu terjadi di zona yang menurut Rusia, berada di luar kemampuan serangan Ukraina.
Sedikitnya 14 ledakan telah terjadi di Mariupol yang diduduki oleh Rusia sejak 21 Februari.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Pertahanan mengatakan:
"Lokasi insiden terjadi di gudang amunisi di bandara, dua depot bahan bakar, dan pabrik baja yang digunakan Rusia sebagai pangkalan militer."
"Mariupol terletak setidaknya 80 km dari garis depan."
Baca juga: Presiden Volodymyr Zelensky Pecat Komandan Tinggi Ukraina Tanpa Ungkap Alasan
“Rusia kemungkinan akan khawatir bahwa ledakan yang tidak dapat dijelaskan terjadi di zona yang mungkin sebelumnya dinilai berada di luar jangkauan kemampuan serangan rutin Ukraina."
"Meskipun sudah sangat hancur di awal perang, Mariupol penting bagi Rusia."
"Kota itu adalah kota terbesar yang direbut Rusia pada tahun 2022 yang masih dikuasainya."
"Mariupol juga berada di jalur logistik utama.”
Sirene serangan udara meraung di Kyiv dan kota-kota lain dalam semalam.
Rudal Rusia menewaskan satu orang di kota barat Khmelnitskyi, menurut pejabat Ukraina.
Komandan pasukan darat Ukraina Kolonel Jenderal Oleksandr Syrskyi juga mengunjungi kota timur Bakhmut.
Bakhmut saat ini menjadi fokus serangan Rusia selama berbulan-bulan saat mencoba menguasai kawasan industri Donbas.
Sementara itu, kementerian pertahanan Rusia mengatakan pada hari Minggu (26/2/2023) bahwa pasukannya telah menghancurkan "kelompok sabotase dan pengintaian" Ukraina, termasuk di wilayah Yahidne.
Baca juga: Serangan Tak Kasat Mata Bikin Pesawat Pengintai Rusia Meledak di Ibu Kota Belarus
Klaim itu dibantah oleh Kyiv.
Di saat yang sama, Amerika Serikat memperingatkan China tentang konsekuensi serius jika menyediakan senjata untuk mendukung invasi Rusia.
AS telah mengklaim bahwa Beijing sedang mempertimbangkan untuk memasok peralatan ke Rusia, termasuk kemungkinan drone, menjelang serangan musim semi yang diharapkan.
“Beijing harus membuat keputusannya sendiri tentang bagaimana kelanjutannya, apakah akan memberikan bantuan militer."
"Tetapi jika menempuh jalan itu, maka akan timbul kerugian nyata bagi China,” kata penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan kepada CNN.
China tidak bergerak maju dalam memberikan bantuan itu, tapi tidak juga menarik kemungkinannya, kata Sullivan dalam wawancara terpisah.
China menolak untuk mengutuk serangan Moskow terhadap Ukraina.
Negara itu menerbitkan proposal gencatan senjata pada hari Jumat, pada peringatan pertama invasi Rusia ke Ukraina.
Namun tawaran itu ditanggapi dengan skeptis di antara sekutu Barat Ukraina.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)