TRIBUNNEWS.COM - Setidaknya 9 orang tewas dalam gelombang serangan baru di Ukraina di mana Rusia menggunakan senjata ampuh, termasuk rudal hipersonik yang langka.
Dilansir BBC.com, Rusia dilaporkan belum pernah menembakkan rudal hipersonik Kinzhal, yang dapat menghindari pertahanan udara, di bulan-bulan awal konflik.
Rentetan serangan terbaru ini adalah yang paling parah melanda Ukraina selama berminggu-minggu.
Serangan Rusia bahkan memutus aliran listrik ke pembangkit nuklir Zaporizhzhia, PLTN terbesar di Eropa, meskipun dipulihkan tak lama kemudian.
Pada hari Kamis (9/3/2023), juru bicara kementerian pertahanan Rusia Igor Konashenkov mengatakan:
"Senjata berbasis udara, laut dan darat jarak jauh presisi tinggi, termasuk sistem rudal hipersonik Kinzhal, mengenai elemen kunci infrastruktur militer Ukraina."
Baca juga: Update Perang Rusia vs Ukraina Hari ke-380 Invasi: 6 Rudal Hipersonik Gempur Pasukan Zelensky
Militer Ukraina mengklaim telah berhasil menembak jatuh 34 rudal jelajah dan 4 drone Shahed buatan Iran.
Tetapi juga dikatakan Ukraina tidak dapat mencegat 6 rudal balistik Kinzhal.
Ukraina juga tidak mampu menghancurkan senjata yang lebih tua, seperti rudal anti-kapal Kh-22 dan rudal anti-pesawat S-300.
"Ini adalah serangan besar dan untuk pertama kalinya dengan begitu banyak jenis rudal," kata kantor berita Reuters mengutip juru bicara angkatan udara Ukraina.
"Serangan ini tidak seperti sebelumnya."
Presiden Vladimir Putin telah menyoroti investasi Rusia dalam rudal hipersonik balistik.
Rudal jenis itu dapat menempuh kecepatan lebih dari lima kali kecepatan suara.
Sementara itu, operator energi nuklir Energoatom mengatakan serangan di PLTN Zaporizhzhia telah memutus arus antara fasilitas tersebut dan sistem tenaga Ukraina.
Untuk keenam kalinya sejak diambil alih oleh Rusia setahun yang lalu, fasilitas tersebut harus dioperasikan dengan generator diesel sampai sambungan listrik dipulihkan.
Listrik dibutuhkan untuk mendinginkan bahan radioaktif yang ada di PLTN.
Baca juga: IMF Prediksi Ekonomi Rusia akan Menyusut 7 Persen Akibat Perang di Ukraina
"Hilangnya semua daya eksternal hari ini sekali lagi menunjukkan betapa rapuh dan berbahayanya situasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhya," kata Rafael Grossi, kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Sebelumnya pada hari Kamis Grossi menyerukan komitmen internasional untuk melindungi PLTN tersebut.
"Setiap kali kita melempar dadu. Dan jika kita membiarkan ini terus berlanjut dari waktu ke waktu maka suatu hari keberuntungan kita akan habis," kata Grossi.
Di ibu kota Kyiv, layanan darurat mendatangi lokasi ledakan di distrik barat dan selatan.
Sebuah rudal juga menghantam fasilitas energi di kota pelabuhan Odesa, yang memicu pemadaman listrik, kata gubernurnya Maksym Marchenko.
Daerah pemukiman juga terkena tapi tidak ada korban yang dilaporkan.
Di tempat lain, militer Ukraina mengatakan telah memukul mundur serangan intens Rusia di kota timur Bakhmut.
Di sisi lain, pasukan Rusia justru mengklaim telah menguasai bagian timurnya.
Baca juga: Medan Perang di Bakhmut Makin Brutal, Meski Telah Dikepung, Pasukan Zelensky Tetap Dipertahankan
Moskow telah mencoba merebut Bakhmut selama berbulan-bulan, karena kedua belah pihak menderita kerugian besar dalam perang ini.
"Musuh melanjutkan serangannya dan tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti menyerbu kota Bakhmut," kata staf umum angkatan bersenjata Ukraina.
"Pejuang kami menangkis serangan terhadap Bakhmut dan masyarakat sekitar."
Sekitar 20.000 dan 30.000 tentara Rusia telah tewas atau terluka dalam pertempuran di kota Bakhmut, Ukraina, sejak dimulai musim panas lalu, kata para pejabat Barat.
Namun angka-angka tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)