TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) merilis surat perintah penangkapan Presiden Rusia Vladimir Putin atas dugaan deportasi anak-anak Ukraina ke Rusia, Jumat (17/3/2023).
ICC juga mengeluarkan surat penangkapan untuk komisioner hak anak presiden Rusia, Maria Lvova-Belova, atas tuduhan serupa.
Presiden Vladimir Putin dan Maria Lvova-Belova sama-sama memikul tanggung jawab pidana individu.
Keduanya dianggap memfasilitasi pemindahan paksa anak-anak dari wilayah Ukraina yang diduduki Rusia ke Rusia sejak dimulainya invasi ke Ukraina pada Februari 2022.
"Ada alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa setiap tersangka memikul tanggung jawab atas kejahatan perang berupa deportasi penduduk yang tidak sah dan pemindahan penduduk yang tidak sah dari wilayah pendudukan Ukraina ke Federasi Rusia, dengan prasangka terhadap anak-anak Ukraina," kata pernyataan ICC dalam rilis di situsnya, Jumat (17/3/2023), dikutip dari The Moscow Times.
Baca juga: AS Rilis Video Jet Tempur Su-27 Rusia Tabrak Drone AS MQ-9 Reaper di Laut Hitam
Pemerintah Ukraina percaya, ada 16.221 anak Ukraina telah dideportasi ke Rusia pada Februari 2023 lalu.
Pengumuman ICC datang satu hari setelah penyelidikan PBB yang menetapkan soal pemindahan paksa dan deportasi anak-anak Ukraina ke daerah-daerah di bawah kendali Rusia.
Tindakan ini dianggap merupakan kejahatan perang.
Rusia bukan anggota ICC, sehingga tidak jelas bagaimana ICC berencana untuk menegakkan surat perintah tersebut.
Baca juga: PBB dan Turki Minta Rusia Perpanjang Perjanjian Ekspor Biji di Laut Hitam Jadi 120 Hari
Kremlin: Rusia Bukan Anggota ICC
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyebut permintaan untuk mengomentari langkah ICC adalah hal yang keterlaluan dan tidak dapat diterima, mengingat Rusia bukan anggota ICC.
“Rusia, seperti sejumlah negara lain, tidak mengakui yurisdiksi pengadilan ini dan dari sudut pandang hukum, keputusan pengadilan ini batal,” kata Dmitry Peskov kepada wartawan, Jumat (17/3/2023).
Sementara itu, Maria Lvova-Belova mengatakan dia berencana untuk tetap melakukan pekerjaannya, tidak peduli sanksi apa yang dijatuhkan.
“Pertama-tama, komunitas internasional menghargai pekerjaan untuk membantu anak-anak di negara kami, bahwa kami tidak meninggalkan mereka di zona perang," kata Maria.