Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV - Komite Konstitusi, Hukum dan Keadilan parlemen Israel, Knesset, pada Senin kemarin akhirnya menyetujui bagian pertama dari Rancangan Undang-undang (RUU) reformasi peradilan yang kontroversial.
Dikutip dari laman Sputnik News, Selasa (28/3/2023), reformasi peradilan yang akan membatasi otoritas Mahkamah Agung (MA) itu disetujui pembacaan terakhirnya di tengah aksi protes yang meluas di negara tersebut.
"Di penghujung hari musyawarah yang panjang, Pansus Perubahan Undang-undang Dasar (UUD): pemerintah yang diketuai oleh MK Ofir Katz (Likud), Senin dini hari menyetujui pembacaan kedua dan ketiga usulan Perubahan Undang-Undang Dasar: Pemerintah (Amandemen No.16) (Kewenangan Menteri dan Wakil Menteri)," bunyi pernyataan tersebut.
Netanyahu mengatakan kepada mitra koalisinya bahwa fungsi reformasi peradilan akan ditangguhkan.
Baca juga: Fakta-fakta Situasi Politik Israel Memanas, Berawal dari Perombakan Yudisial Pemerintah Netanyahu
Pada hari Minggu, pembahasan Undang-undang (UU) ditunda hingga Senin pagi waktu setempat.
Aksi protes besar nasional meletus di Israel pada hari Minggu malam setelah Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu memecat Menteri Pertahanan Yoav Gallant karena menentang reformasi peradilan kontroversial yang diinisiasi Netanyahu.
Aksi protes menentang reformasi ini telah diadakan di Israel selama 12 minggu berturut-turut.
Pada Januari lalu, Menteri Kehakiman Israel Yariv Levin meluncurkan paket reformasi hukum yang akan membatasi kewenangan MA dengan memberikan kontrol kabinet atas pemilihan Hakim baru, serta memungkinkan Knesset untuk mengesampingkan keputusan pengadilan dengan mayoritas mutlak.
Para penentang reformasi pun berpendapat bahwa hal itu akan merusak demokrasi di Israel dan menempatkan negara itu di ambang krisis sosial dan konstitusional.