TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Inggris mengumumkan pada Senin kemarin bahwa tentara Ukraina yang dilatih menggunakan tank Challenger 2 telah menyelesaikan masa latihan dan kembali ke rumah.
Kementerian Pertahanan Inggris merilis sebuah film dokumenter yang menunjukkan orang-orang Ukraina sedang menangani peluru penembus lapis baja depleted uranium.
Instruktur Inggris dan setidaknya satu perwira Amerika yang terlihat dalam video Kementerian Pertahanan Inggris tampak menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk melatih tentara Ukraina cara menjadi awak yang mampu melawan tank tempur utama.
Dikutip dari laman Russia Today, Selasa (28/3/2023), Inggris berjanji untuk mengirimkan 14 tank Challenger 2 ke Ukraina, beberapa di antaranya dilaporkan telah mencapai Ukraina.
Baca juga: Tentara Ukraina selesai Latihan Militer Tank Challenger 2 di Inggris, Siap Perangi Rusia
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) telah menjanjikan beberapa MBT M1 Abrams, dan beberapa anggota NATO telah mengirimkan Leopard buatan Jerman.
Seluruh tank Barat membutuhkan empat awak, termasuk pemuat manual, ini tidak seperti armada tank asli Ukraina T-64 dan T-72 yang memuat 3 awak.
Pemuat tersebut harus menangani putaran penembus lapis baja standar NATO yang dibuat dengan batang depeted uranium.
Perlu diketahui, amunisi ini telah dikaitkan dengan meroketnya tingkat kanker dan cacat lahir di bekas Yugoslavia dan Irak.
"Saat penetrator DU menyerang target, maka akan pecah dan terbakar, menghasilkan partikulat DU yang beracun dan radioaktif secara kimiawi yang menimbulkan risiko penghirupan bagi manusia," kata seorang Ahli dari Observatorium Konflik dan Lingkungan, Doug Weir.
Menurutnya, ini akan menjadi beban lain bagi Ukraina, dalam konflik yang telah menimbulkan 'masalah polusi yang serius'.
Weir mengidentifikasi amunisi dalam video Kementerian Pertahanan Inggris sebagai versi tampilan inert dari CHARM3, amunisi DU 120 milimeter yang digunakan oleh militer Inggris.
Namun Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan pada pekan lalu bahwa kecil kemungkinan penggunaan amunisi depleted uranium itu dapat berdampak terhadap kesehatan pribadi dan lingkungan.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di Spectator pada hari Minggu lalu, seorang Peneliti di think-tank Royal United Services Institute (RUSI) yang didanai pemerintah, Jack Watling mengakui bahwa DU 'beracun'.
"Tentara Rusia tidak boleh 'tidur sambil menggendong peluru depleted uranium atau menjilat ujungnya'. Proyektil yang berjalan sekitar 1.800 meter per detik dan terbakar saat terbang akan lebih mengkhawatirkan target apapun," kata Watling.
Inggris mengumumkan pada minggu lalu akan mengirimkan amunisi DU ke Ukraina bersama dengan Challengers.
Kementerian Luar Negeri Rusia pun menyebut langkah itu sebagai tanda 'kecerobohan mutlak, tidak bertanggung jawab dan impunitas'.
Militer Rusia tampaknya tidak mengkhawatirkan potensi efek DU dalam pertempuran.
Letnan Jenderal Igor Kirillov yang bertanggung jawab atas Pasukan Pertahanan Nuklir, Biologi dan Kimia Rusia, menunjukkan bahwa debu DU akan mencemari tanah dan menghancurkan pertanian Ukraina selama beberapa dekade.
"Sekaligus menyebabkan 'kerusakan yang tidak dapat diperbaiki' bagi kesehatan warga Ukraina, sipil dan militer," tegas Kirillov.