TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan ada angka yang signifikan dari kematian pasukan Rusia yang berkaitan dengan penyalahgunaan alkohol.
Dilaporkan Daily Mail, pasukan militer Rusia melukai diri mereka sendiri akibat penanganan senjata yang buruk serta minuman keras, menurut update intelijen kementerian tersebut pada Minggu (2/4/2023).
Rusia dilaporkan telah menderita sekitar 200.000 korban sejak awal invasi lebih dari setahun yang lalu.
Laporan tersebut mengatakan angka kematian tersebut tidak selalu disebabkan oleh pertempuran.
Sebuah saluran berita Telegram Rusia melaporkan pada 28 Maret bahwa ada insiden, kejahatan, dan kematian yang 'sangat tinggi' terkait dengan konsumsi alkohol di antara pasukan Rusia yang dikerahkan.
Selain alkohol, kemungkinan penyebab lain dari korban non-pertempuran adalah latihan penanganan senjata yang buruk, kecelakaan lalu lintas jalan dan cedera iklim seperti hipotermia.
Baca juga: Dua Raksasa Agrobisnis Hengkang dari Rusia, Risiko Pangan Dunia Dikhawatirkan Melonjak
Komandan Rusia nampaknya menganggap penyalahgunaan alkohol sebagai sesuatu yang sangat merugikan efektivitas tempur.
Namun, minuman keras sudah menyebar di sebagian besar masyarakat Rusia.
Alkohol telah lama dipandang sebagai bagian dari kehidupan militer yang diterima secara diam-diam, bahkan dalam operasi tempur, menurut laporan kementerian Inggris.
Pasukan Rusia Tidak Bisa Mundur
Dilaporkan sebelumnya komandan Rusia memaksa tentaranya untuk tetap berada di garis depan menggunakan taktik Stalin yang brutal.
Dalam sebuah video baru di mana tentara cadangan Rusia mengajukan banding langsung ke Vladimir Putin, orang-orang itu mengatakan mereka diberi dua pilihan.
Mereka bisa tetap di garis depan dan memiliki peluang tipis untuk bertahan hidup, atau mundur tetapi menghadapi todongan senjata di kepala.
Baca juga: Zelensky Jatuhkan Sanksi pada 33 Warga Rusia dan 225 Perusahaan, Berlaku dalam Jangka Waktu 10 Tahun
Mereka berkata: "Ada detasemen anti-mundur yang disiapkan untuk melawan kami dan mereka tidak membiarkan kami keluar dari formasi."
Para prajurit berbicara tentang bagaimana media pemerintah Rusia, yang dikendalikan oleh Vladimir Putin, berbohong tentang keberhasilan perang.
"Kami dalam bahaya," kata orang-orang itu dalam video yang direkam dari dekat garis depan.
Menurut angka yang dikeluarkan oleh Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina pada Maret lalu, jumlah kerugian Rusia dalam invasi telah melampaui 150.000 jiwa.
Pada awal Januari, Kepala Staf Umum Rusia (CGS) Jenderal Valery Gerasimov mengambil komando pribadi atas 'operasi militer khusus' di Ukraina.
Pemerintahannya ditandai dengan tujuan memperluas kendali Rusia atas seluruh wilayah Donbas.
Tetapi lebih dari sebulan kemudian, rencana itu dinilai telah gagal.
Di beberapa pertempuran di Donbas, pasukan Rusia hanya memperoleh keuntungan kecil dengan mengorbankan puluhan ribu korban, yang direkrut dari 'mobilisasi parsial' musim gugur lalu.
Rekrut Tentara Baru
Baca juga: Update Perang Rusia vs Ukraina Hari ke-403: Utang Kyiv Tambah, IMF Siap Gelontorkan 15,6 M Dolar AS
Kini, Vladimir Putin dilaporkan akan merekrut hingga 400.000 tentara sukarela baru.
Dilansir Independent, Kementerian Pertahanan Inggris menyinggung laporan media Rusia baru-baru ini yang menyebut bahwa pihak berwenang sedang bersiap untuk memulai kampanye perekrutan militer besar-besaran baru.
Mereka menargetkan merekrut 400.000 tentara tambahan.
Moskow mempromosikan kampanye tersebut sebagai program untuk sukarelawan, personel profesional, dan bukan mobilisasi militer wajib yang baru.
Namun, program sukarela itu diprediksi hanyalah formalitas.
“Ada kemungkinan di lapangan bahwa dalam praktiknya perbedaan itu akan samar, dan otoritas regional akan berusaha memenuhi target perekrutan yang dialokasikan dengan memaksa laki-laki untuk bergabung," kata Kementerian Pertahanan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)