TRIBUNNEWS.COM - Mantan Perdana Menteri (PM) Pakistan, Imran Khan, mengklaim koalisi yang berkuasa di Islamabad dan militer menekan dirinya dan partainya - Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) - untuk tidak mengikuti pemilihan umum (pemilu) mendatang.
Berbicara dari kediamannya di Zaman Park, Lahore pada Rabu (17/5/2023) malam, Khan mengungkapkan kepada Al Jazeera, ada lebih dari 100 kasus dituduhkan terhadapnya untuk menjegalnya mengikuti proses pemilu.
"Semua partai politik dan lembaga ingin saya dikeluarkan dari pemilihan umum," ucap Khan.
Khan menambahkan, aparat kepolisian mengepung rumahnya dan memblokir akses ke jalan utama.
Polisi mengklaim upaya tersebut untuk melindungi puluhan orang yang diduga terlibat dalam protes kekerasan terhadap penangkapan Khan belum lama ini.
Imran Khan ditangkap oleh pasukan paramiliter saat menghadap Pengadilan Tinggi Islamabad pada 9 Mei 2023 kemarin.
Baca juga: Pejabat Pakistan Tuduh Imran Khan Lindungi Tersangka Penyerangan Tentara
Penangkapan dramatis memicu protes luas di seluruh negeri.
Unjuk rasa berubah menjadi kekerasan ketika orang-orang menyerang instalasi militer dan rumah penduduk.
Setidaknya 10 orang tewas dalam protes tersebut dan hampir 5.000 orang ditangkap, termasuk para pemimpin PTI.
Pada Selasa (16/5/2023), pemimpin sipil dan militer negara itu mengatakan orang-orang yang menyerang instalasi militer akan diadili berdasarkan undang-undang militer, sebuah langkah yang dikutuk oleh kelompok hak asasi manusia.
Imran Khan dituduh lindungi tersangka penyerangan tentara
Pejabat Pakistan, Menteri Penerangan Provinsi Punjab, Amir Mir, menuduh Imran Khan menyembunyikan orang-orang yang terlibat penyerangan terhadap tentara.
Mir memberi Imran Khan waktu 24 jam agar menyerahkan mereka.
"Kami memiliki informasi intelijen bahwa sekitar 30 hingga 40 teroris yang terlibat dalam penyerangan gedung dan instalasi militer kami, bersembunyi di Zaman Park," kata Amir Mir kepada wartawan pada Rabu (17/5/2023).