News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wanita di China Lebih Pilih Mati karena Lumpuh Seumur Hidup, Rela Bayar Orang untuk Ambil Nyawanya

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Nuryanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Li Xiaozhong hanya bisa duduk di kursi roda. Derita penyakit yang tidak bisa disembuhkan, seorang wanita di China lebih memilih untuk mati. Ia bahkan membayar seseorang untuk mengakhiri hidupnya.

TRIBUNNEWS.COM - Kisah seorang wanita yang menderita penyakit langka yang tidak bisa disembuhkan, menarik perhatian netizen di China sekaligus memicu perdebatan tentang euthanasia atau suntik mati.

Li Xiaozhong (52), dari provinsi Hunan di China tengah, didiagnosis menderita penyakit saraf langka amyotrophic lateral sclerosis, atau ALS, pada Januari 2019, menurut portal berita online ThePaper.cn yang dikutip scmp.com.

ALS, atau yang juga dikenal sebagai Penyakit Lou Gehrig, menyebabkan atrofi otot progresif dan gagal napas, yang pada akhirnya mengakibatkan kematian sebagian besar pasien dalam waktu tiga hingga lima tahun.

Li saat ini hanya duduk di kursi roda.

Ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya sendiri kecuali matanya.

Karena itu, ia sepenuhnya bergantung pada suaminya, Shen Shijun, untuk perawatan dan kebutuhan sehari-hari.

Baca juga: Pria di Kolombia Jalani Suntik Mati: Saya Tidak Ucapkan Selamat Tinggal, Hanya Sampai Jumpa Lagi

Shen telah merawat istrinya sejak Oktober 2020.

Setiap kali Li makan, Shen menggunakan sumpit untuk memasukkan makanan ke gigi Li karena lidahnya tidak bisa lagi bergerak.

Shen juga memijat istrinya setelah makan, yang mengakibatkan dirinya sendiri menderita kapalan dan nyeri sendi.

Terlepas dari kesetiaannya terhadap istri, Shen mengungkapkan kekecewaannya pada situasi tersebut.

“Situasinya telah membawa keluarga kami ke titik terendah,” katanya kepada ThePaper.cn.

Ia menambahkan bahwa dirinya merasa seperti “dipenjara” bersama istrinya.

Penyakit itu bahkan mendorong Li untuk mencoba bunuh diri.

Ia tidak makan, mencoba minum obat tidur, dan bahkan mempekerjakan orang lain untuk membantunya melakukannya.

Upaya terakhirnya terjadi pada bulan Mei lalu, ketika dia meminta bantuan seorang teman untuk mencekiknya hingga meninggal.

Teman itu setuju untuk melakukannya dengan bayaran 34.000 yuan (Rp70 juta).

Foto Li Xiaozhong saat masih sehat (SCMP/6do.world)

Baca juga: Permintaan Suntik Mati Wanita Kolombia Dibatalkan, Sang Anak: Kami Siap Perjuangkan Martabatnya

Namun, pada akhirnya temannya itu tidak dapat melakukan hal tersebut.

“Aku benar-benar tidak bisa memaksakan diri untuk melakukan ini. Jika kita adalah musuh, itu mungkin berbeda. Tapi kami berteman. Saya tidak bisa melakukannya," katanya melalui WeChat, menurut tangkapan layar yang diterbitkan oleh situs berita ThePaper.cn.

Kisah Li telah memicu perdebatan tentang eutanasia di media sosial China daratan.

“Kita harus melegalkan euthanasia sehingga pasien yang sakit parah memiliki pilihan untuk pergi dengan bermartabat, tanpa menambah beban bagi keluarga dan orang di sekitar mereka,” kata seorang warganet.

“Beberapa orang benar-benar kesakitan, dan hukum harus mempertimbangkan perasaan orang-orang ini,” ujar yang lainnya setuju.

Namun, yang lain menunjukkan potensi merugikan dari melegalkan eutanasia.

“Jika eutanasia dilegalkan, beberapa orang yang tidak ingin mati mungkin dipaksa melakukannya oleh keluarganya untuk meringankan beban,” kata seorang pengguna media sosial.

Yang lain berkata: "Bahkan jika eutanasia dilegalkan, banyak orang masih tidak mampu membelinya."

Di China, di mana eutanasia tidak diizinkan secara hukum, penderitaan fisik dan beban keluarga kadang-kadang membuat pasien dengan penyakit yang tidak bisa disembuhkan, mengambil tindakan ekstrem.

Pada tahun 2017, seorang wanita lumpuh ditemukan terbaring di tempat tidur di provinsi Zhejiang, China timur.

Li Xiaozhong bergantung kepada suaminya (6do.world)

Baca juga: Susah Pasang Infus Suntik Mati, Eksekusi Napi Pembunuhan di AS Ini Dibatalkan

Ia diduga bunuh diri dengan menelan racun tikus dengan bantuan suami, anak perempuan dan menantu laki-lakinya.

Dalam proses hukum selanjutnya, suami dan menantunya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dengan masa percobaan lima tahun.

Sementara itu putrinya dijatuhi hukuman dua tahun penjara ditangguhkan selama tiga tahun.

Disclaimer:

Berita atau artikel ini tidak bertujuan menginspirasi tindakan bunuh diri.

Pembaca yang merasa memerlukan layanan konsultasi masalah kejiwaan, terlebih pernah terbersit keinginan melakukan percobaan bunuh diri, jangan ragu bercerita, konsultasi atau memeriksakan diri ke psikiater di rumah sakit yang memiliki fasilitas layanan kesehatan jiwa.

Berbagai saluran telah tersedia bagi pembaca untuk menghindari tindakan bunuh diri.

Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.

Jika Anda mengalami masa sulit, stres atau hampa dalam hidup seperti depresi, segera hubungi hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes (021-500-454) atau LSM Jangan Bunuh Diri (021 9696 9293).

Anda juga bisa mendapat layanan konseling melalui website Into the Light Indonesia via link berikut ini.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini